Wednesday, November 23, 2011

Sisi Lain

Pembicaraan (agak) berat yang nggak disengaja pas nunggu ujan reda itu begitu menohok sekaligus membuka mata untuk Indonesia (umum) dan kampus (khusus).

Ketika akan pulang lewat jalan samping FEK dan berhenti di ujung kanopi deket Lapangan Tenis, dua orang yang saya kenal baik sedang ngobrol, nasibnya sama: nggak ada payung=nunggu ujan reda. Saya putuskan untuk ikut gabung menunggui ujan sembari mengobrol dengan teman lama. Alhamdulillah...

Obrolan basa-basi awalnya, biasalah tiap ketemu orang pun seperti itu. hehe.
"ciee.., the inventor" sindir saya ke Roni. Beliau teman saya ketika PDKT '09 dan ketua kelompok kami: Kelompok 38. Dan sekarang, masuk majalah Tell berkat kegigihannya membuat USB Key untuk pengamanan motor. Skala kampus sampai nasional pun sudah diikutinya dan mendapat beberapa juara pula. Mantab. ^^d

"Sebenernya banyak sedihnya ketimbang senengnya dit.." saut Roni.
Beliau cerita panjang lebar tentang berbagai masalahnya dalam mendirikan dan mengokohkan USB Key. Mulai dari industri nasional yang menolak kerja sama, namun justru industri luar negri sangat tertarik dan mau kerja sama. Ironis. Haruskah bernasib sama dengan saudara-saudara kita di LIPI? Dimana kesejahteraannya kurang diperhatikan dan lebih memilih tuk meneliti di negri orang lain? Mulai saat itu saya berfikir: "Bahwa sekelas penemu (inventor) pun terhalang dan terganjal sesuatu yg besar di negri sendiri. Pantes banyak yang lari keluar."

Sang inventor belum cukup dengan itu saja masalahnya. Masalah pun datang dari internal kampus. Mulia dari presensi yang mepet-mepet dan nyaris. Alasannya jelas: pergi keluar kota tuk pameran dan pelatihan. Teman-temannya yang dirasa mulai menjauh, dan bahkan dukungan kampus yang dirasa kurang. Miris. Mengajukan ke bagian riset kampus pun berat, karena harus mencantumkan nama dosen disana. Tentu beliau tolak, karena ini bukan punya dosen, melainkan progress miliknya. Nanti malah dimanfaatkan karyanya.

Ketika ada kesempatan untuk belajar lebih jauh dan lanjut di Jepang, ternyata terbentur masalah biaya. Kampus hanya bisa membantu setengahnya saja. Sisanya entah didapat dari mana. Akhirnya gagal beliau pergi ke Jepang. Sedih. :'( Biaya sendiri dia tak mampu, minta bantuan sponsor sudah telat. Seperti biasa: Timing yang sangat tak tepat. Kemampuannya hanya dikurung di kawasan nasional saja, belum bisa keluar sana. Nasional yang terganjal masalah besar dengan industrinya. Miris.

Beginilah cerita anak bangsa, teman kampusku, dan anak kebanggaan IT Telkom yang berhasil menemukan alat baru untuk kenyamanan dan keamanan manusia.
Semoga dimudahkan dalam mengimplementasikan karyanya, dimudahkan dalam hak patennya dan dimudahkan dalam kontribusinya untuk manusia.

#Bangkit Indonesia

Saturday, November 19, 2011

Kompleks

Pernah saya berfikir dan merasa bahwa saya sendirian dalam mengemban amanah ini. Pernah saya berfikir dan merasa bahwa ini adalah kesalahan saya pribadi. Pernah pula saya berfikir dan merasa kalau internal kami sedang sakit. Jujur.


Banyak yang bilang kalo itu 'biasa' dalam organisasi. Pasti ada perasaan seperti itu. Bukankah dalam organisasi itu harus ada unsur kenyamanan dan rasa saling percaya antara satu anggotanya? Bukankah rasa keterbukaan lebih baik dirasakan ketimbang perasaan yang tertutup dan lama-kelamaan terbuka paksa dan meledak tak terkendali? Bukankah......


Saya disini memposisikan sebagai orang yang teraniaya dan orang yang menganiayai. Jujur. Kalo kita membebankan kesalahan kita kepada orang lain, pasti pun ada bagian dari kesalahan itu yang menunjuk ke kita bahwa kita pelakunya. Berhubungan lah intinya. Sepakati itu terlebih dahulu sebelum kita menghakimi orang lain.


Ketika kita menyalahi orang lain bahwa kita bekerja sendiri, ingatlah bahwa kita pun tak mau peduli dengan pekerjaan orang lain dan kita pun tak mau memberikan info-info perkerjaan kita saat kita membutuhkannya.
Ketika kita merasa internal kita sedang sakit, ingatlah bahwa penyebab sakitnya itu adalah karena kita telat memberikan suapan motivasi bagi temen-temen yang sedang lapar semangat. Bahwa rasa kebersamaan dan kekeluargaan ini tidak hanya dibuat dalam waktu satu sampai tiga hari saja, tapi bertahap sedikit dan kecil namun berkala dan teratur. Bertemu pun jarang, bagaimana mengkomunikasikannya?


Yah.,memang semua salah saya dari segi manapun. Saya jarang mengingatkan, jarang meberikan suapan motivasi, jarang memberikan senyuman, jarang mentraktir, jarang bertemu, jarang berkunjung, jarang mendoakan dan bahkan jarang mencintai teman-teman semua. Astaghfirullah


Maaf terbesarku untuk teman-teman terhebat di Pe**ma**. Belum ada karya nyata yang saya berikan untuk nama besar mu.
Maaf terbesarku pengurus B*B IT*, saya tahu saya bukan koordinator yang baik. Sering mendzalimi dan menggantungkan semangat tuk berkarya teman-teman.
Maaf terbesarku dan terberatku yang paling utama untuk agama yang saya yakini dan yang tetap saya coba untuk memeluk dan istiqomah di dalamnya. Maaf karena saya telah gagal dalam mengemban amanahmu. Astaghfirullahal'adziiim.., seharusnya saya malu untuk tetap menyandang gelar itu. MALU Dit!!!!
...
...
...
...
...


Maaf terbesarku pula untuk semua orang terdzalimi dan terugikan dengan sifat ego dan kesibukan bergerakku, bukan kesibukan action.


#Minggu ini saya (sangat) kacau.

Sunday, November 13, 2011

Bolos (lagi)

"De, lu ga pulang?"
"Ga mas kayanya, masih ada TP. Senen dikumpul"
"Yaelah.,tugas ini, selesein aja ntar malem, abis sholat 'id pulang. hahaha"

Dan akhirnya, memang setelah sholat 'Id saya pulang. Terbujuk kata-kata Kaka. hadeh-hadeh.., tak apa lah. Buat pengalaman juga tuk sekali-kali mudik pas lebaran. Pas lebaran loh ya.,walopun Lebaran Haji. hehe

Alasan pulang yang utama itu tentu kangen sama Ibu di rumah.  Karena semenjak Mbah saya wafat, Ibu nggak ada yang nemenin di rumah. *Semoga amal ibadah beliau dapat diterima di sisiMu ya Rabb ya Ghoffar..amiin ya Allah.. Ayah pulang beberapa bulan sekali, dan di rumah terkadang hanya satu atau dua pekan saja. Mas Ico (Kakak) dan saya, dua-duanya kuliah. Tentu pulang tiap liburan dan waktu-waktu tak menentu lain. Galih (Adek) udah mulai ngekost di Brebes, pulang hanya sepekan sekali pas weekend. Jadilah Ibu sekarang di rumah sendirian. Tapi sekarang ada yang nemenin sih, sepupu saya juga, seumuran sama Adek. Alhamdulillah.. Dan alasan berikutnya karena sepupu saya menikah. #ea

Saya nggak akan ngomongin tentang nikah sebetulnya. hahaha. Karena dijamin, nanti saya bakal galau. Loh?? Satu hal atau mungkin dua hal yang dapat saya ambil dari pernikahan sepupu saya kemarin, tepat di tanggal 10 Dzulhijah. Pertama: Saya nggak ngerti kudu ngapain aja di acara pernikahan keluarga, status saya pun kurang jelas, entah itu sebagai peserta (baca:undangan) atau malah panitia(baca:yang riweuh di belakang). Walhasil, saya hanya duduk nemenin Mbah Putri satu-satunya yang masih ada. -,-.

Kedua: perasaan salut tuk seorang Ibu yang tetap konsisten atau bahasa kerennya Istiqomah dalam menutup auratnya. Secara teori beliau adalah keluarga saya juga, tapi entahlah saya tak bisa merunut sampai mana kami bisa berhubungan dalam satu keluarga besar. Hehe. Salut memang karena beliau menggunakan kerudung panjang (sampai ke dada dan deket dengan sikut). Kontras sekali dengan Ibu-Ibu yang saya lihat sebagi undangan. Bertata krama alus pula. Subhanallah, salut karena beliau mengerti hukumnya dan menerapkannya sampai di tahap pasca-menikah. *Applause. Semoga istri saya kelak tetap konsisten layaknya beliau. hahaha lohlohloh?? #Ngarep.

Setelah nyaris dua bulan di Bandung setelah Idul Fitri, ternyata memang banyak berita dan cerita yang terlewatkan. Tentu saja cerita dari Ibu tersayang, cerita tentang hari Mbah wafat, cerita tentang pernikahan sepupu, cerita tentang Ayah, Kaka, Adek, Keluarga, dll. Serasa ter-upgrading dalam sehari. Apalagi ketika obrolan yang rada serius itu. Saya cerita tentang target saya dalam kuliah, satu tahun lagi, InsyaAllah. Karna memang hanya itu yang bisa saya ceritakan tuk memenuhi amanah yang udah beliau berikan.

"Ya syukur kalo bentar lagi lulus, biar bisa bantuin nge-kuliahin Si Galih"

Saya cerita  tentang aktivitas saya di kampus: BEM, Lab, temen-temen TT3305, dll. Padahal saya malu, saya belum bisa mengajak Adek sendiri tuk aktif di kegiatan ekstra. Bodoh. Bahkan ketika saya cerita ingin masuk Lab, beliau hanya bisa mendoakan saja. Tak lebih. karena kontribusi beliau sudah jelas dan kongkrit, mendoakan adalah langkah teknis dalam mendorong anaknya dalam meraih sesuatu yang dianggapnya baik dan yang tidak beliau ketahui arti dan maksudnya.


Pelajaran berharga tuk men-charge kembali hati yang kering dan lemah karena tekanan-tekanan dari berbagai hal di kampus. Dengan makan masakan rumah (dalam hal ini Osengan daging sapi. hehe) dan waktu yang sangat berharga, saya bisa menggambar lagi dan mengasilkan karya lain pula (sesuatu yang susah dilakukan di Bandung, karena saya butuh mood yang bagus dalam menggambar) Alhamdulillahi Robbil 'Alamin.. bersyukur sekali Allah masih memberikan nikmat itu semua.


#Karena memang Ibu adalah sumber inspirasiku. Bahkan lebih.

Thursday, November 03, 2011

Teorema

"Jika kita ingin melakukan suatu hal, maka cobalah tuk mengajak orang lain tuk melakukan hal tersebut bersama dengan kita. Maka kita akan termotivasi pula untuk 80% melakukan hal tersebut meskipun orang yang kita ajak tidak melakukan hal itu."

Satu teorema yang saya dapat tentang kehidupan. Entahlah sudah pernah dipatenkan atau belum, sudah terpublikasikan oleh seseorang atau belum pun saya kurang tahu pasti. hehe.

Sederhana, tapi itu memang terjadi. Pengalaman yang berbicara, bukan hanya pikiran yang bermain. Karna sebenernya, ketika kita mengajak orang lain tuk melakukan suatu hal bersama dan kita tidak melakukannya, rasa malu lebih ampuh menghantam hati ketimbang tanpa kita mengajak orang lain. (Bagi yang masih punya rasa malu tentunya. hehe)




Percaya?
Jangan semudah itu sebelum merasakannya. ^^
Rasakan sendiri, baru boleh angkat suara tuk meng-iya-kan teorema saya.


#Selamat Mencoba
 
Copyright (c) 2010 Bermula dari Awal and Powered by Blogger.