Friday, November 16, 2012

Memihak mana


Dari awal, mari kita sepakati terlebih dahulu tentang siapa kita, apa tugas kita, dan mana prioritas-prioritas yang akan kita dahulukan. Pun ketika kesepakatan itu kita buat di kampus ini: IT Telkom. Siapa kita? Jelas kita seorang mahasiswa IT Telkom, jurusan, asal, dsb. Apa tugas kita? Sudah tertulis jelas dalam landasan besar kampus kita (tertuang dalam visinya): menjadi agen perubahan, menjadi insan cerdas dan kompetitif, dan berperan aktif dalam pembentukan masyarakat yang sejahtera. Terlalu umum? Tugas kita yang diamanahkan langsung oleh orang tua kita adalah belajar berproses di kampus ini. Dan tentu, indikator mereka adalah nilai. Prioritas mana yang didahulukan? Tentu amanah pertama dan tujuan awal datang ke kampus ini: kuliah dan belajar (belajar nggak melulu tentang baca materi kuliah di perpustakan, dsb kan?), sebagian yang lain prioritas kedua mereka adalah organisasi. Tentu saja boleh, toh mereka punya prinsip. Prinsip loh ya.., bukan yang lain..

Tapi, diatas semua jawaban-jawaban tadi, sebenernya masih ada jawaban lain yang justru menurut saya lebih  penting dan punya prioritas utama: menjadi agen perubahan. Dimana pun kita berada. Terlepas ajaran agama mana yang mengajarkan atau tidak mengajarkan, seharusnya kita dituntut untuk menjadi agen perubahan dimana kita berada. Tidak mengikat waktu dan usia pula.

Dalam Islam, semua umatnya diwajibkan menjadi agen perubahan tersebut. Atau bahasa yang lebih kita kenal degnan berdakwah: menyeru kepada yang benar dan melarang kepada yang salah. Islam telah memberikan batasan dan definisi agen perubahan yang lebih rinci dan terarah. Masalahnya adalah sudah siapkah kita menjadi agen perubahan tersebut? Kalo sudah siap, sudah kenal kah kita sebenernya dengan agen perubahana (dakwah) itu sendiri?

Beberapa pandangan orang, dakwah adalah tugas mereka anak-anak masjid, bukan untuk mereka yang 'aktif' di malam hari. Mereka lebih suka menjadi objek di dakwahi yang terkadang apatis. Well, memang hidayah bukan kita yang memberi. Bagi kita, masyarakat yang mayoritas adalah Islam, mungkin banyak yang berpikiran bahwa agen perubahan yang bisa dilakuakan adalah 'menyeru' ke banyak orang sekaligus dengan kajian ilmu yang dalam, sedikit 'memberi ancaman' tentang kehidupan akherat kelak, dsb. Tapi jurus semacam itu pun telah lama dipakai, dan kalaupun sekarang masih dipakai, sama halnya kita menceritakan tentang si kancil untuk me-nina bobokan nenek atau kakek kita. Mereka sudah tahu,hafal dan bahkan bosan. Kita butuh cerita baru, tanpa membuang esensi kenapa kita harus bercerita untuk nenek kita itu.

Sudah banyak sejarah yang bercerita tentang suatu kaum yang makin mundur dan terpuruk akibat ketamakan akan penguasanya yang haus akan tahta dan kekuasaan. Bahkan Islam pun lahir bukan dari pemikiran dan kehendak Sang Raja. Tapi lahir dari bawah, memperkuat akarnya disana, barulah membangun pondasi dan tiangnya sampai akhirnya menjadi sebuah kerajaan makmur dan gemerlap kejayaan di masanya.

Agen perubahan, tugas wajib kita sebagai umat Islam, seharusnya membawa babak baru era terkini. Saat kajian tentang materi Islam biasa dilakukan di dalam masjid, kita bisa live tweet tentang isi materi tersebut dan akan dibaca oleh semua follower kita (baik yang di rumah, di jalan, dsb) sehingga ilmunya pun sampai pada orang yang fisiknya nggak datang di TKP. Misalnya.. Ketika kumpul sama teman-teman, percayalah, butuh satu atau beberapa orang yang 'waras' untuk berfikir tentang acara dan agenda kumpul-kumpul itu., dan agen perubahan itu yang seharusnya menjadi orang yang 'waras' tersebut. Misalnya (lagi)...

Bahkan agen perubahan bisa menyumbangkan apapun modal yang dimilikinya untuk suatu perubahan. Kalopun yang kita miliki ilmu, berbagilah ilmu kita kepada orang lain. Ilmu kita justru makin bertambah ketika ilmu itu kita bagi dan amalkan kan? Kalo yang kita miliki harta, nggak usah ditanya lah ya., bagi-bagi rejeki dan sering neraktir orang lain banyak pahalanya. Bahkan sumbangan yang paling kecil yang bisa kita lakukan adalah dengan SENYUM. Dan itu tak membutuhkan modal apa pun bukan? Dan semua orang pasti punya modalnya masing-masing yang bisa dibagikan ke orang lain.

Dan ketika kita berbagi, secara tidak langsung, orang lain akan melihat dan mengikuti cara kita. Menginspirasi banyak orang untuk ikut melakukana apa yang kita lakukan. Dan momen itu yang harus kita manfaatkan untuk berdakwah tersebut.
"Kita baik dan kita menginspirasi banyak orang, maka kebaikan akan mengikuti kita dan orang lain pun akan mengikuti kebaikan kita juga".
Premis sederhana.

Dan saya kira, agen perubahan (para pendakwah) yang sebenarnya., tidak akan memihak siapa dan apa..
Asal sesuai dengan landasan utama agen perubahan, dia akan menjadi bagiannya dengan sendirinya..
Apa perlu kekuasaan untuk menjadi agen perubahan?
Apa perlu kaya dan berilmu untuk agen perubahan?

#EfekGalauBacaSejarah dan #EfekMuakPolitik

Monday, October 22, 2012

Balada Usia 21

Kalau rata-rata umur orang Indonesia adalah sekitar 60 tahun. Maka kita bisa metain jadi 3 periode hidup secara garis besar: Periode anak-remaja (0 – 20 tahun), periode remaja-dewasa (21 –40 tahun), dan periode dewasa-tua (41 – 60 tahun).

number-21

Tiga periode hidup ini, seharusnya lebih memudahkan kita dalam memetakan target panjang. Karena dalam periode, selain usia kita yang makin bertambah, pola pikir kita pun makin bercabang dan mengakar (seharusnya). Dari periode ini pula yang nantinya bisa kita kembangin sub periode yang lebih kecil lagi dalam menikmati dan menjalani proses pencarian diri kita, targetan-targetan, dan keberkahan ilmu serta usia.

Tepat hari ini, saya masuk dalam periode ke-2: remaja-dewasa. Orang bilang ini masa yang relatif lebih sulit, karena kita dituntut untuk mengubah pola pikir dari remaja ke dewasa yang notabenenya sangat berbeda. Alhamdulillah, saya masih diberi kesempatan untuk melihat fajar di pagi hari, masih diberi kesempatan ngerasain dingin dan panasnya dunia dan keras hidup perjuangan. 21 tahun tentu bukan waktu yang singkat untuk semuanya.

Banyak orang ‘make a wish’ saat ulang tahun mereka. Somehow, I don’t get it. Maksudnya, memang ini hari spesial, bahwa hari itu umur kita bertambah (atau kematian kita mendekat), tapi itu bukan waktu yang lebih baik untuk mengucapkan dan melafalkan sebuah harapan dan doa bukan? OK lah, for some reason, it may be the point of breakthrough to do something. Saya sangat setuju dengan itu. Tapi dengan doa dan harapan yang kita ucapkan saat itu, tanpa mengurangi esensinya, saya yakin itu bukan momen yang lebih baik dari doa yang kita panjatkan saat akhir sholat kita. Atau doa dan harapan yang kita minta dan harap saat kita sedang terjepit dan sangat memohon dengan air mata kita. Atau mungkin doa yang kita panjatkan saat tanda keberkahan datang (baca: hujan). I think it’s more powerfull…

That’s why, I don’t prefer make a wish ceremony…

Akan jadi cerita tersendiri, ketika malam-malam dimasukkin karung dengan kondisi tangan dan kaki keiket terus digotong 4 orang dan terakhir dimasukkin ke mobil. Dan dibawa entah kemana.. Feel like a kidnapping. ^.^

Terima kasih buat Keluarga Lab PSD 2012 Audy, Adit C, Yasir, Kompe, Gigi, Rahma, Ika, Zora dan temen-temen Riset atas kejutannya dan missionnya., I’m very very appreciate it a lot. It’s awesome, very cool indeed. ^^d. Jebur ke danau galau nggak ‘seenak’ yang dibayangin ternyata, apalagi dengan kondisi malam, tangan keiket kenceng parah, berseragam pula.

Terima kasih juga buat temen-temen #TT3305 untuk doa dan ucapannya, buat temen-temen yang lain juga (yang nggak bisa disebutin satu-satu). Terima kasih banyak atas perhatian, doa dan ucapannya. ^.^ *Malaikat mengaminin doa yang temen-temen panjatkan ke saya agar doa itu pun kembali ke temen-temen semua*

“ …..Semoga mas adit bisa menjalani tugasnya sebagai manusia…”

Sepenggal do’a terbaik dan terdalam yang paling menyentuh yang saya denger untuk seorang yang hina dan jauh dari kesempurnaan ini. Terima kasih banyak untuk Pak Gelar Budiman atas do’a nya.

 

Bukan melankolis, tapi justru seharusnya

Kalau waktu jadi pembeda utama, berapa lama kita berkarya?

Banyaknya bilangan usia bukan hanya jadi tanda

Beban moral seketika tatkala kita tak tahu harus kemana

Evaluasi apa yang terbukti nyata?

21 tahun, semoga tak hanya perubahan angka semata

 

#Balada21

Thursday, October 11, 2012

Terjebak pilihan

“Hidup itu adalah pilihan”

Entah sudah berapa orang yang menyampaikan kata-kata seperti itu. Emang sih hidup itu pilihan, karena semua orang punya hak dan kesempatan yang sama untuk jadi ‘apapun’. Selebihnya tinggal tanyakan ke usaha dan modal kita untuk nyampe ke arah yang kita inginin.

Tapi justru anehnya, bagian yang lebih sulit itu malah bertahan pada pilihan yang kita pilih itu. Ketika kita memilih, waktu yang kita perlukan mungkin nggak selama waktu yang kita butuhin untuk tetep pada pilihan itu. Makanya muncul istilah istiqomah, tetep setia dan komitmen pada apa yang kita pilih. Apapun yang terjadi. Mungkin disitu seninya memilih, indahnya hidup ketika diartikan sebagai pilihan.

Ada tekanan tersendiri, ketika hampir semua orang di sekeliling saya mulai memilih pilihan yang bersebrangan dengan pilihan yang saya pilih sejak tak lebih dari 6 tahun lalu. Pertama, emang awalnya berjalan lancar, hati ini akan tetap pada pilihan itu. InsyaAllah..., tapi ketika tahun yang berbicara, bukan hari atau bulan, tautan hati itu lama-lama mulai retak juga.

Sedih emang, ngerasa saya orang yang berbeda, jenis yang berbeda, atau aliran yang berbeda. Bahkan mungkin nggak jarang orang-orang ngejaga jarak. Cuma karena saya beda pilihan aja. Why?? Entahlah…

Ketika semua orang di sekeliling saya mulai bicara tentang topik itu pun, saya hanya cengengesan dan maenan HP nggak jelas karena mereka nganggep saya nggak patut denger. #mungkin. Atau topik itu yang tak banyak orang diskusiin dengan saya. #mungkin juga. Lagi-lagi karena pilihan yang saya ambil berbeda. Why?? Entahlah…

Atau saya yang terlalu sensitif dengan minoritas yang saya alami? Atau justru mayoritas yang bersifat seperti itu? Entahlah…

Sempet kepikiran untuk pindah pilihan juga, tapi buat apa? Cuman ngelampiasin emosi aja? ngelampiasin kecemburuan aja? Berasa kekanak-kanakan banget. Tapi biarlah, kisah ini yang nantinya akan jadi cerita dan proses unik, kalo mertahanin pilihan itu nggak segampang makan krupuk. Nggak se-sepele hapus tulisan yang salah.

Yang saya tahu, Allah Maha Maha Adil untuk hamba-hambaNya…

Ketika mungkin saya ‘sendiri’, dengan perasaan tak menentu…

Suatu hari nanti, Allah akan menggantinya dengan perasaan senang dan berbagi bersama.. dan semoga perasaan yang lebih dari mereka rasakan…

Ketika mungkin saya tak punya lebih dari sekedar teman ‘bersama’

Suatu hari nanti, Allah akan memberikan dia untuk penenang hati., dengan limpahan pahala dan keberkahan yang mungkin lebih dari mereka dapatkan…

Ketika mungkin saya tak bisa ‘bermesraan’

Suatu hari nanti, Allah akan memberikan kemesraan yang lebih.. lebih dari sekedar mesra…

aaaaaaaaargh…….

Tak perlu mengandai-andai…

Saya hanya perlu membenahi diri untuk mendapatkan bidadari tercantik hati dan parasnya., sabar… sabar… Allah Maha Teliti dan Maha Adil untuk urusan yang beginian…

Saya hanya ingin, perbedaan pilihan ini nggak jadi jembatan dalam pergaulan, nggak jadi sekat dalam ke-berbauran, dan bahkan jadi tameng untuk ke-akraban.

“Jangan mengharap Fatimah kalau kita bukan Ali”

 

P.S

Dulu pengen banget jadi kaum minoritas, ngerasain gimana perasaanya, gimana pola pikirnya, gimana hidupnya ditengah-tengah mayoritas. Tapi ternyata udah ngerasain lama, cuman belum sadar aja.

Wednesday, October 03, 2012

Dibalik Tema Eksmud TT3305

Waktu kebersamaan memang sangat mahal harganya.


Entah sudah berapa lama anak kelas merencanakan liburan bersama (atau minimal) keluar bersama. Seingat saya dimulai dari tahun kemaren: mulai dari pergi ke pantai, nginep di vila, dll dengan penanggung jawab yang diangkat secara sepihak lewat facebook. Tapi, seiring waktu berlari dan ngebut, rencana itu kini tinggal arsip. Arsip postingan facebook aja. Kemudian muncul poto kelas, lagi-lagi, itu pun jadi arsip saja yang lama kelamaan postingan tentang itu pun tenggelem jauh ke dalem dan ketutup sama postingan yang lain.

Sampai akhirnya, wacana poto kelas kembali menggaung. Dan alhamdulillah, waktu kebersamaan itu berhasil kita dapatkan. Berbeda dengan yang lain yang menjadi arsip dalam facebook aja, kali ini malah jadi arsip dalam kehidupan kita masing-masing: arsip poto beberapa bulan sebelum kami mengakhiri jabatan sebagai mahasiswa. Poto per 1 Oktober 2012.

Berasa sedih emang, ketika fakta yang bicara bahwa mungkin waktu kebersamaan ini sulit untuk diciptain lagi. Tarik ulur antara kepadatan jadwal kesibukan kami masing-masing, ego indivdualitas dan kemalasan, menjadi cerita dan proses unik tersendiri yang mungkin akan membuat cerita itu makin berwarna.

Tapi satu hal yang pasti, dengan mengusung tema eksmud (eksekutif muda). Jujur aja, waktu itu saya sangat terharu melihat teman kelas seangkatan, teman bermain bersama, teman belajar bersama, teman galau bareng, teman nongkrong, teman cengcengan, teman diskusi, teman bercanda, sampai teman skandal bersama kini menjadi agen perubahan dan generasi baru yang dinantikan oleh masyarakat dan negara.

Bukan hanya sebagai tulang punggung negara, pengganti para generasi tua, dan nantinya steering negara. Tapi lebih dari itu, kelanjutan cerita negara Indonesia ada disana. Apa nanti Indonesia akan makin maju dan berlari mengejar ke-tertinggalannya, atau malah stagnan dan berjalan di tempat, sibuk dengan urusan internal. Karna sudah banyak orang yang menggembar-gembori tentang bonus demografi yang dimiliki Indonesia beberapa tahun yang akan datang. Kesempatan dan bonus ini yang nantinya kita, generasi muda yang pegang dan ambil peran.

Saya yakin, suatu hari salah satu dari kami akan menjabat peran yang sangat penting dan strategis di negara ini. Dan saya sangat yakin salah satu dari kita nanti, akan menjadi eksekutif muda sejati yang nggak lupa dalam membangun negaranya sendiri. Dan saya sangat yakin, bahwa salah satu dari kita nanti akan membawa nama harum bangsa dan negara lewat jiwa dan karyanya.

A friends of mine told me that "Salah satu doa yang mujarab adalah doa seseorang kepada orang lain tanpa sepengetahuan orang tersebut" Dan saya yakin, kita semua pernah mendoakan untuk teman kita, doa kebaikan dan keberkahan serta kesejahteraan. Semoga doa-doa kebaikan itu dikabulkan oleh Allah Yang Maha Pengasih... aamiin y Rabb...

Orientasi kita mungkin akan berbeda ketika kita nggak lagi menjabat gelar mahasiswa, tapi kebersamaan selama kurang lebih empat tahun ini semoga nggak ter-disorientasi dengan hal-hal yang sepele dan kekanak-kanakan.

Terima kasih telah menjadi bagian hidup yang singkat ini
Mengisi cerita dengan cinta tawa dan duka
Mewarnai tiap kertas kehidupan yang makin lama makin habis dimakan usia

Semangat untuk lulus mendapat gelar Sarjana...
TT3305 milik kita bersama...

#Pas liat poto kelas pertama kali dan poto HUT KBM

Saturday, September 22, 2012

"The Script - Breakeven" Max Schenider


Breakeven atau terpecah belah (arti kasar) bercerita tentang romance dan sedikit patah hati.
Dinyanyikan kembali oleh Max Schenider dengan lebih simple dan lebih emotional. Lebih mengena mungkin dengan video ini daripada video clip aslinya. Tapi tetap tidak mengurangi makna lagunya. ^^

So enjoy the video...


Wednesday, September 12, 2012

Masalah?

“Seorang pemimpin nggak cuman mbutuhin otak kiri aja Dit..”

Petuah yang masih ingat sampai hari ini ketika saya coba membuka diri untuk mengevaluasi diri pada orang yang saya anggap ‘sepuh’ dan mau jadi tempat buangan beban dan muntahan emosi.

Sudah kodrat alami manusia kali yah., kalau sadar itu emang butuh stimulus dari eksternal diri kita sendiri. Orang tua misalnya, teman, dosen, atau bahkan ustad atau Ibu kost. ~(-.-)~

Jujur, baru pertama kali ini saya cerita dan meluapkan hampir masalah lab saya kepada orang lain. Sebelum-sebelumnya, dengan memasang senyum sinis dan agak malu-malu, saya jawab sekenanya: “Insya Allah nggak ada” di setiap orang yang nanya. Tapi entah, hari itu tiba-tiba saya malah minta waktu buat sesi yang langka ini: curhat. Aaaaaah., bahkan Allah punya gaya bercanda sendiri buat saya di hidup yang singkat ini. hehehe.

“Kenyataan itu ibarat petir, cahayanya bisa membutakan, suaranya bisa membuat tuli, dan efeknya bisa membuat ketakutan setengah mati” (*)

Kenyataan bahwa saya masih banyaaaak kekurangan itulah yang terkadang membuat saya buta untuk berani melihat dan tahu kalau “Lo tuh sebenernya masih kaku..” Atau terkadang tuli dan nggak mau denger kalo “Lo tuh sebenernya masih cacat..” Yaaah, sekali lagi, Allah emang punya gaya selera humorNya sendiri. Dalam kondisi yang terbawah ini (setelah di evaluasi), justru saya harus jadi panutan dan contoh –yang notabenenya harus di kondisi yang paling TOP- Nah lo..

Saya memang bukan tipe orang yang suka cerita panjang lebar, tapi lebih suka mendengar cerita orang lain. Itu saja.

Monday, August 20, 2012

Merdeka lalu Menang

67_Indonesia

Logo HUT RI ke-67 (Sumber dari kaskus)

Hari kemerdekaan RI ke-67 tahun ini mempunyai timing yang sangat tepat dan indah. Karena ‘kondisi’ tanggal 17 Agustus 2012 dengan ‘kondisi’ 17 Agustus 1945 mirip, sama. Sama-sama ada di bulan Ramadhan, sama-sama hari Jum’at. Mungkin ini koinsiden yang jarang terjadi, dan kita yang pernah merasakan koinsiden ini, seharusnya memiliki momentum dan feeling yang lebih serta patut bersyukur akan hal itu.

Proklamasi yang ibarat petir di siang bolong ini (kata Bung Karno –red) seharusnya benar-benar menjadi petir di siang bolong: Mengguncangkan, menarik perhatian, dan efeknya (bunyi) luas. Karena sudah lama kita di-nina bobokan oleh semua kekayaan alam yang kita miliki. Sehingga kita lupa, waktu demi waktu kekayaan itu juga yang menggerusi kesejahteraan kita. Kita terlalu lama ditimang-timang oleh egoisme individual kita yang lama-kelamaan melubangi uang negara ratusan atau bahkan ribuan milyar Rupiah. Dan kita terlalu nikmat untuk terus diayun-ayun dengan statement yang menjatuhkan saudara kita sendiri. Bukan malah mendukung dan meng-encourage agar bangkit dan bisa mengangkat nama negeri.

Petir di siang bolong, tak hanya untuk menggugah dari lamunan dan ‘berpangku tangan’. Lebih dari itu. Siapapun Anda, bangun dan bangkitlah untuk bekerja kepada negara sesuai potensi yang Anda punya. Begitu mungkin maksud dari Bung Karno.

Lalu kata merdeka yang kita teriakan bagaimana?

Entahlah, selama kita sendiri hanya memaknai kata merdeka di lisan saja, arti dan makna merdeka yang sesungguhnya pun mungkin akan jauh dari kehidupan kita.

Tapi percayalah, terkadang dalam generalisasi masih ada bagian spesifiknya walaupun hanya bagian kecil. Jadi walaupun banyak pemberitaan negatif yang beredar, pasti masih ada berita positif yang berkembang. Tinggal bagaimana kita menyikapinya, mau ikut mengembangkannya, atau justru malah menutup-nutupinya dan berusaha menenggelamkannya.

Kita punya mimpi dan visi yang sama untuk negara Indonesia tercinta kita bung..

Mari kita kerja sama dan saling membantu untuk mewujudkannya..

Dua hari berselang

Berselang dua hari, kemerdekaan berubah kata menjadi kemenangan. Yang pasti, kemenangan akan berarti kalau memang kita melibatkan emosi dan effort di dalamnya. Kita akan sangat senang sekali dan bahkan merasakan euforia kemenangan juga ketika tim unggulan yang kita idolakan menang juara championship kan?. Padahal kita nggak ikut bermain dan berjuang, tapi perasaan itu kita rasakan juga.

Sama seperti kemenangan yang kita rasakan saat Lebaran. Yang benar-benar merasakan kemenangan, pastilah hanya orang-orang yang mempunyai effort dan emosi selama Ramadhan kemarin. Kalau nggak, Lebaran hanya akan menjadi tradisi tahunan biasa yang tahun depan pun pasti akan ada lagi (jika cukup usia).

Jujur, tahun ini arti kemenangan itu nggak dapat saya rasakan penuh. Saya masih kalah. Dan saya masih berharap hari ini masih Ramadhan. Crying face Saya pun nggak punya jaminan bahwa saya masih bisa bertemu lagi di Ramadhan tahun depan. Saya juga masih nggak punya jaminan kalau pun saya ketemu lagi dengan Ramadhan tahun depan, apa saya masih bisa beribadah total dan terus menjaga (bahkan meningkatkan) targetan-targetan di bulan Ramadhan. Yah, tapi semua ada waktunya, agar manis dan nikmatnya kemenangan dapat kita rasakan bukan?

Teringat kebanyakan ending film-film yang pernah saya tonton. Bahwa Happy Ending biasanya saat matahari terbit atau waktu Fajar. Ber-background cahaya matahari pagi, dengan senyum merekah di semua aktor dan aktrisnya, wajah yang lega bahwa musuh telah dikalahkan, muka-muka penuh kerja keras dan jerih payah serta usaha keras, wajah berharap bahwa musuh nggak lagi muncul dan kembali hidup, modal telah banyak dikeluarkan, serta mimpi dan masa depan yang menanti dengan cerah dengan mimpi dan angan yang mereka gantungkan. Truly happy ending scene.

Tak terasa, kita pun merasakan happy ending saat Lebaran kemarin, saat sholat Ied. Tepat ketika matahari terbit, dengan background cahaya matahari terbbit (fajar), wajah sumringah yang kita pasang, wajah jerih payah dan usaha maksimal sebulan silam saat puasa, dan mimpi dan harapan yang kita gantungkan agar 11 bulan kedepan lebih baik lagi. Subhanallah… Truly happy ending bagi yang merasakannya…

Itulah mengapa Allah menyuruh sholat Ied di lapangan atau tanah terbuka yang beratapkan langit langsung. Dan waktunya adalah saat matahari terbit. Uwaaaaah., bener-bener nikmat dan bahagia (sekaligus sedih)…

“Berhasil meraih kemenangan berarti kita siap menerima semua konsekuensi setelah gelar itu disematkan”

#Saat Hari Kedua Lebaran

eid mubarak

Selamat Idul Fitri 1433 H

Semoga amal ibadah kita selama Ramadhan kemarin diterima Allah SWT, dan kita bisa benar-benar meraih kemenangan dan happy ending di 1 Syawal ini.

Aamiin y Rabb…

Maaf atas segala kekurangan dan opini serta cerita yang masih banyak kesalahan

Saturday, August 04, 2012

Bertahap saja, tak usah buru-buru

Waktu itu kami sedang mengobrol santai di lab. Mungkin nggak bisa dibilang obrolan santai juga sih, soalnya topiknya lumayan berat: paradigma agama. Hehe. Topik yang cukup menarik untuk sekedar di-floor kan di sebuah forum. Setidaknya itu semua menambah pemahaman yang berbeda dari sudut yang beda pula dalam melihat Islam.

Setelah kami putuskan selesai, a friend of mine asked me.

“Eh dit, boleh curhat nggak? Tapi aku rada malu nih ngomonginnya.”

Wow, ini kali ke berapa seorang teman curhat. (padahal nggak lebih dari lima orang). “Mmm.,ya sok ja..insyaAllah tak bantu sebisa aku ya..” *sambil senyum-senyum*

Well, inti masalah teman saya adalah dia ingin berubah dari salah satu sifatnya yang menurutnya nggak baik. Dan lagi, pertanyaan yang menohok. ‘Pantas nggak ya ngejawab? Diri sendiri pun masih banyak sifat dan targetan yang berlubang’. Tapi tak apalah, tak ada salahnya untuk memberi nasihat, toh nanti nasihat itu pun akan memberikan lecutan pada saya pribadi untuk melakukannya juga.

“Dulu, pas kuliah di kelas Pa Kore, beliau pernah cerita tentang mahasiswanya yang pengen berubah juga. Beliau cerita kalo mahasiswanya itu minta nasehat biar TA-nya lancar. Jadilah Pa Kore mengintrogasi si mahasiswa. Ternyata si mahasiswa itu selalu tidur lebih dari jam 12 malem. Jam 1 atau jam 2 malem. Bangunnya pun sering kesiangan.

“Coba kurangi maen kamu dek, terus tidur usahakan sebelum jam 12 malem. Itu dulu. Kalo itu udah bisa, baru kamu ngadep kesini lagi. Kurangin jam tidurnya jangan langsung jam 10. Bertahap aja, ntar malem jam setengah 2, malemnya lagi jam 1, atau terserah lah yang penting bertahap. Kalo udah berhasil, baru kamu kesini lagi.”

Begitulah jawaban saya untuk curhat teman saya yang satu ini. Hanya repost dari petuah seorang dosen. Tidak puas? Baguslah, jangan sampai puas dengan satu jawaban. Apalagi kalo jawaban itu dari saya. Hehehe

Stairs

Dan ketika itu pun, kebetulan saya sedang mengurangi ketergantungan saya dengan sosial media. Dan saya mempraktekan yang Pa Kore ceritakan. Bukan untuk tidur sebelum jam 12 malam (walaupun emang itu salah satunya), tapi secara bertahap mengurangi waktu bersosial media. Dan secara tak sadar, itu berhasil. Sampai sekarang, sehari hanya 30 menit saja. cukup.

Karena itu memang sifat alami manusia untuk menerima secara bertahap, tidak sekaligus. Sama seperti bagaimana Al-Qur’an diwahyukan ke Rasul Allah. Sama seperti sistem pendidikan yang kita pakai: dari TK, SD, SMP, SMA, dst. Bahkan sama seperti sistem kerja hampir semua benda dalam bergerak: dari lambat menuju cepat secara bertahap. Jadi pantas aja kalau ada yang bilang bahwa ‘yang instan’ itu nggak baik. Ya, karena itu menyalahi aturan alam. Bukankah yang alami lebih baik?

Dan saya berharap di Ramadhan ini pun kita semua demikian. Tak usah buru-buru dalam mengerjar targetan Ramadhan tahun ini. Bukankah banyak da’I dan da’iah yang bialng kalau Ramadhan=Training? Jadi manfaatin ja bulan Ramadhan ini dengan latihan. Bertahap aja. Mana yang pengen dilatih, latihalah.. biar bisa meningkat amalnya.

Lagipula, kalau kita maksain, hasilnya ya sama aja: Cuman baik di bulan Ramadhan doang. Setelahnya entah bagaimana kabar baiknya berubah. Setelah ambisi ngerampungin targetan selesai, ya sudah, cenderung malas dan susah berbenah diri lagi menyambung targetan baru.

Kita nggak mau kan kalo Ramadhan jadi tradisi untuk bersolek aja? Setelah itu nggak ada bekas yang masih terasa. Semua sama aja ketika sebelum dan setelah Ramadhan. Masa kita mau rugi di pasar yang untungnya super duper gedhe? Hanya orang yang bodoh dan malas saja yang mau rugi di pasar yang semuanya menyajikan keuntungan super besar. Bahkan lebih besar dari yang kita bayangkan.

Yuk sama-sama nikmatin proses latihannya, nggak usah buru-buru… ^^

#Semoga Ramadhan tahun ini berkah dan amal kita diterima.

N.B

Terima kasih untuk teman saya yang sudah memberi inspirasi dalam cerita ini. Maaf kalau saya bawa-bawa kemari. hehehe

Monday, July 23, 2012

Kenapa harus sejarah

Sejarah

Bagi saya seorang engineer, kata ‘sejarah’ mungkin hampir tak ada dalam kamus saya. Tapi ada hal lain yang membuat saya tertarik lebih kepada topik itu. Saya (notabene seorang engineer) mengatakan ‘praktis’, tapi bagi mereka (sejarawan) mengatakan ‘detail’. Saya bicara ‘aplikatif’, mereka bicara ‘runut’.

Percabangan pola pikir ini pun sudah dimulai dari SMA dengan mengkodekan ilmu sosial dengan ilmu eksak. Dulu pernah saya benci mata kuliah ini. Jujur, saya waktu itu memilih pelajaran eksak, yang dalam benak saya pasti sudah tak ada lagi ilmu pelajaran sosial yang akan menjadi ‘beban’ di prosesi kemudian hari. Namun, tetap saja mata pelajaran sejarah masuk itungan dan tetap harus saya pelajari.

Dan baru kali ini saya sadar, bahwa saya bersyukur bahwa ide mata pelajaran sejarah masuk dalam ilmu eksak merupakan keputusan yang sangat brilliant. Yah, walaupun agak sedikit membosankan nantinya. Hehehe.

Memang, sejarah bukan eksak. Tapi bukankah setiap orang di dunia ini ingin mengabadikan momen-momen indah (atau tidak indah) dalam hidupnya? Bukankah mereka ingin ‘membuat’ sejarah juga? Semua peristiwa yang terjadi di masa lalu merupakan sejarah bagi pribadi yang merasakannya kan?

Sejarah tak melulu tentang perang, fosil atau cerita kerajaan. Lebih dari itu. Bahkan lebih lagi dari pada yang kita bayangkan. Pernah dengar cerita tentang seorang pengelana dan bangunan batu bata? *cerita ini saya dengar pertama kali di oleh Ketua LDK tahun 2010 lalu*

Suatu hari, ada seorang pengelana yang sedang melanjutkan perjalanannya. Ditengah perjalanan, Dia bertemu dengan orang pertama yang sedang mengerjakan sesuatu.

Pengelana: “Apa yang sedang kamu lakukan?”

Orang 1: “Saya sedang menyusun batu bata”

Setelah mengucapkan salam perpisahan, Sang pengelana tersebut melanjutkan lagi perjalanannya. Selang beberapa saat, dia bertemu orang kedua yang nampak mengerjakan sesuatu.

Pengelana: “Apa yang sedang kamu lakukan?”

Orang 2: “Saya sedang membangun rumah”

Setelah mengucapkan salam perpisahan, Sang pengelana tersebut melanjutkan lagi perjalanannya. Selang beberapa saat, dia bertemu orang ketiga yang nampak mengerjakan sesuatu.

Pengelana: “Apa yang sedang kamu lakukan?”

Orang 2: “Saya sedang membangun peradaban”

Setelah mengucapkan salam perpisahan, Sang pengelana tersebut melanjutkan lagi perjalanannya.

Dari ketiga orang yang ditemui Sang pengelana, mereka semua sedang membuat sebuah bangunan dari batu bata. Tapi ada satu bangunan dari ketiga itu yang nantinya akan berdiri kokoh dan kuat. Tebak bangunan milik siapa? ^^ bangunan milik orang ke-3. Karena dia memiliki visi dan tujuan lebih besar dan agung untuk membuat sejarah (membangun peradaban).

“Sejarah adalah alat untuk mencari kebenaran, pembenaran atau pembelajaran”

Melalui sejarah, kita mengetahui suatu kebenaran: Ya, jika kita telusuri lagi secara kronologis, kita hidup adalah suatu kebenaran. Kejayaan Sriwijaya adalah kebenaran. Kekalahan NAZI adalah kebenaran. Reformasi Indonesia adalah kebenaran. Dan masih banyak lagi kebenaran-kebenaran lain. Yang seharusnya kita sadari: bahwa itu semua sudah terjadi, dan langkah serta pertanyaan berikutnya yang muncul adalah: “Maukah kejadian (sejarah) itu terulang kembali?”

Pembenaran bahwa kita mungkin jatuh ke lubang yang sama, pembenaran bahwa mungkin kita terjebak dalam situasi yang sama lagi untuk ke-sekian kalinya. Atau itu memang pembenaran bahwa kita berjaya kembali seperti dulu kala. Sejarah kita yang akan menunjukkan pembenaran itu.

Pembelajaran yang akan sangat berkesan adalah ketika kita melibatkan emosi, serta kita ikut terlibat di dalamnya. Melalui sejarah (kita), kesalahan dan kejadian yang dulu pernah terulang akan memberikan efek yang besar terhadap pola pikir dan pergerakan kita nantinya ketika bertemu lagi dengan situasi yang sama. Belajar dari pengalaman merupakan ilmu dasar yang akan bertahan lebih lama dari sekedar kita mendengarkan sambil asyik sms-an.

“Gajah mati tinggal gading, harimau mati tinggal belang, manusia mati tinggal nama”

Pepatah lama yang pengaruhnya hampir ke semua orang di dunia. Kenapa orang mau bersusah payah melakukan percobaan sampai ribuan kali dan tetap semangat melakukannya lagi dan lagi: Karena dia ingin membuat sejarah. Seperti Thomas Alpha Edison. Kenapa orang mau mengeluarkan banyak uang (dan mungkin mengumbar janji) untuk menjadi nomor satu dan dapat kursi: Karena meraka ingin membuat sejarah juga. Kenapa orang mau berpanas-panasan dan berteriak-teriak bahkan menggadaikan nyawa hanya untuk menurunkan kepemimpinan seorang diktator: Karena mereka ingin membuat sejarah. Kenapa orang ingin mengangkat senjata dan mengalahkan lawan dengan cara yang brutal sekalipun hanya untuk mendapat kekuasaan akan wilayah: Karena mereka ingin membuat sejarah.

Mereka ingin nama meraka di kenang oleh semua orang di dunia. Bahkan ketika nyawa dan badan sudah berpisah. Taroh lah ‘Albert Einstein’. Siapa yang nggak kenal beliau? Walapun sudah lama meninggal, tapi hampir semua orang yang tak pernah sekali pun berjumpa dengannya, bertemu dengan sanak keluarga atau teman-temannya, atau bahkan tak benar-benar tahu siapa sebenarnya dia pun akan tahu bahwa dia yang menemukan ‘Teori relativitasnya’. Bisa dibayangkan berapa pahala *dalam hitungan Islam* jika karyanya berguna untuk masyarakat luas dan tetap terkenang sepanjang masa? sebuah aset yang tak ternilai harganya bukan?

Begitulah sejarah, sesuatu yang dulu saya benci, sekarang berubah menjadi sesuatu yang saya impikan. Karna sejarah, bukan sekedar perang dan fosil saja. Lebih dari itu. Sangat lebih….

#Saat Hari Anak Nasional

Tuesday, July 10, 2012

Phytagoras dan Angka

pythagorasBagi seorang matematikawan atau science maniak, atau semua orang (setidaknya dulu pernah belajar matematika) pasti nggak bakal lupa sama hukum phytagoras.

c2=a2+b2

Bahasa matematiknya. Sedangkan versi asli dari hukum phytagoras (versi bukan bahasa matematik)

“Jumlah luas bujur sangkar pada kaki sebuah segitiga siku-siku sama dengan luas bujur sangkar di hipotenus.”

(hipotenus adalah sisi yang berhadapan dengan sudut siku-siku).

Tenang.,saya nggak bakal bahas matematik disini, tanya aja sama orang yang lebih mengerti. Hehehe

Saat Phytagoras mendeklarasi hukumnya itu, tentu saja belum ada yang me-wara (peduli/mengindahkan). Baru beberapa tahun setelah itu, ada seseorang yang menerapkan perkataan phytagoras tersebut dan jadilah sebagai hukum Phytagoras yang kita kenal sekarang.

Menurut buku yang pernah saya baca, sebelum phytagoras menelorkan hukumnya tersebut, beliau pernah juga mengatakan sesuatu. Yah sebut saja hukum pra-hukum phytagoras. Yang nasibnya sama dengan hukum-hukum lain:masih terabaikan. Memang perkataan beliau ini tidak terlalu tersohor dan well known oleh kita. Tapi perkataannya betul-betul terjadi dan hukum itu yang menjadi dasar (dasar sekali) bagi para scientist dalam mengembangkan semua teknologi untuk kenyamanan dan kemudahan hidup kita.

“Dunia ini lebih mudah dimengerti dengan angka”

Itulah hukum pra-hukum Phytagoras. Simple, tapi maknanya mengakar jauh sampai ke dalam. Tarohlah perkembangan beberapa teknologi analog yang berkembang di dunia. Kemajuannya mungkin tak sebesar dengan perkembangan teknologi digital sekarang ini. Ingat bahwa digital hanya mengerti angka ‘0’ dan ‘1’.

Teknologi analog sebagai dasar, tapi kemudian untuk lebih mudah dimengerti, kita mengubahnya ke digital.

Mesin, dari yang analog (baca:manual) pakai cetakan atau bantuan manusia, sekarang sudah dikerjakan oleh robot (menggunakan procesoor).

Televisi,sudah lama negra-negara maju meninggalkan TV analog dan beralih ke TV digital.

Apalagi komputer, dari jaman masih make tabung dan ukurannya satu rumah, sampai sekarang berukuran segenggam tangan. Evolusinya dari tabung, transistor, IC sampai processor yang itu semua menuju ke digital.

Dan teknologi yang sangat berpengaruh di dunia sekarang ini pun: internet menggunakan prinsip yang sama. Menggunakan IP. Semua benda dikenali lewat deretan angka.

Telekomunikasi, dari generasi pertama (1G) sampai sekarang generasi ke 3,75G dan LTE, trendnya mengikuti internet: IP based. Dan lagi, semua berdasarkan angka.

Atau kalo kejauhan dan terlalu muluk, nggak usah jauh-jauh deh. Nilai laporan kita terhadap orang tua tentang amanah kuliah pun menggunakan angka: IPK. Contoh lain yang lebih global lagi, nilai IQ orang. Itu semua menggunakan angka untuk menilai.

Bahkan di jaman 'buka-bukaan' dan global ini, yang berkuasa adalah angka (baca:uang). Nggak ada yang nggak bisa dibeli olehnya. Semua orang mbutuhin, makanya nggak heran kalo sifat orang bisa berubah drastis karenanya.

Anyway, sudah nonton film Detective Conan The Movie yang soal pembunuhan nama-nama yang punya arti angka dari 1 sampe 13 (baca: dari As sampai King)? Atau film 23? Sekedar ngasih tahu, kalo para director atau si pembuat ceritanya pun ternyata menerapkan hukum yang sama: membuat dunia ini menjadi angka. :)

Ternyata ada hal menarik dari matematika yang mungkin tidak kita sukai.

Friday, July 06, 2012

Unis

Sabtu malam ketika saya baru saja pulang ke rumah dari Bandung menggunakan Dialga. Tepat sebelum maghrib baru sampai.

Malam itu rumah sepi, walhasil remot TV saya yang megang. Nggak ada acara yang menarik, akhirnya saya brenti di salah satu stasiun TV yang lagi nayangin kontes tarik suara. Kebetulan lagu yang dibawainnya enak: lagu sang Maestro Krisye (nggak tahu nulisnya gimana. Maaf ya..hehe). Lagu habis, seperti biasa: komentar sang Juri. Dari yang saya tangkap dari komentar-komentar Juri: mereka puas tapi bersyarat: Sang Penyanyi keseringan unis, kurang improvisasi. *Cara yang bagus untuk mengungkapkan ketidapuasan terhadap sesuatu*

"Unis itu kejadian saat duet dsb, dimana salah satu penyanyi nyamain nada dengan penyanyi lain."

Setelah jeda iklan, peserta yang lain tampil, duet virtual dengan alm. Sang Maestro juga. Lagu selesai. Komentar juri: “Spectacular.., dia nggak keseringan unis, ga berlebihan dalam improvisasi, ga berlebihan dalam nonjolin suaranya” kurang lebih gitu komentar jurinya.

Sama halnya di kehidupan kita. Ketika kita terlalu unis dengan keputusan-keputusan dan hal-hal yang sudah ada, sangat disayangkan sekali, itu tak terdengar bagus dimata para ‘ahli’. Tak ada improvisasi dalam berbagai hal pun juga sama. Kesannya hanya menyanyikan ulang aja
.
Sebaliknya, ketika improvisasi kita cukup, tetep njaga ego kita untuk tidak terlalu menonjol dibanding yang lain, justru malah hal-hal yang tadinya sudah sangat luar biasa makin ruaaaar biasaaaa lagi..

Sama dengan kebanyakan orang (baca: unis dengan mayoritas) belum tentu bagus.
Cari aman dengan ikut-ikutan pendapat orang pun belum tentu bakal aman dan bagus.
Terlalu menyerong dengan keadaan sekitar juga nggak bagus.
Pengen nampilin kemampuan kita sendiri biar keliatan lebih menonjol juga nggak baik.
Hasil nggak baik dan nggak bagus itu bukan cuman ngarah ke diri kita aja, tapi juga ngarah ke apa yang kita bawa: nama baik organisai misalnya.

Banyak hal yang perlu kita perhatikan ketika kita berhubungan dengan orang lain. Mau tak mau, hukum alam itu harus kita taati. Nggak ada tawaran lain. Tapi disitu lah seni keindahannya, semakin kita bisa akrab dengan hukum itu, kita bisa lebih nempatin diri kita sendiri sesuai dengan tempat dan kondisinya. Dan keahlian dan seni ini mahal sekali bung.. Jarang yang punya. Hehe

Semoga bermanfaat…

Keesokan harinya, nggak sengaja saya denger berita kalo peserta yang Sabtu malam keseringan unis itu tereliminasi.

Friday, June 08, 2012

Ambisi Ambition

ambition
Masih teringat tentang bioskop dadakan ala C226 yang digelar kemarin Kamis, 7 Juni 2012. Satu atau dua hal yang masih teringat sampai sekarang adalah tentang gambaran candy jumping ghost yang super duper mengagetkan dan super creepy. *Seriusan ini saya teriak pas nonton*. Dan hal lain adalah dialog awal ketika mereka di kereta.
“Apa ambisi loe?”
*maaf terlalu alay pake gedhe-gedhein font segala. hehehe
Tapi ketika saya ada di posisi tersebut pun, dan ditanya dengan pertanyaan yang sama. Jawabannya tak lebih dari diam dengan ekspresi muka yang mikir keras. Ya mikir keras karena terlalu pathetic untuk ambisi sendiri saja harus berpikir keras dan hanya ketemu dalam waktu sekejap. #parah. Bahkan 20 tahun hidup belum cukup untuk nentuin arah hidup dan arah ambisi hidup sendiri. Hidup sendiri bung, bukan hidup orang lain. Aaargh., menyebalkan.
Teringat kembali tentang hasil rekap nilai diri dan dan lab oleh temen-temen yang paling hebat dan paling keren. Saya sadar, bahwa itu mungkin hanya seonggok nilai (saja). Tapi percaya atau tidak, ada getaran aneh yang saya rasain ketika merekap dan membacanya. Orang macam mana yang nggak ngerasa sedih dan melankolis ketika ‘raport’ nya dibagikan dan melihat nilainya sendiri. Saya sadar, terlepas dari apapun hasilnya, saya orang pertama yang akan dimintai pertanggung jawabannya kelak.
Dan (seharusnya) saya orang pertama yang akan membagikan semangat dan pencerahan serta motivasi yang lebih ketika pencapaian terget kami tak lebih dari 70% dan manfaat adanya asisten selama lebih dari dua bulan tak lebih dari 60%. Angka yang ironi, sekaligus pukulan berarti dan tantangan tersendiri bagi kami (atau setidaknya bagi saya).
Sudahlah, tak perlu banyak dipikirkan, tapi dikerjakan. Saya terima ungkapan itu dengan senang hati, tapi di sisi lain, tindakan yang tanpa dipikirkan terlebih dulu itu ceroboh. Entah harus bertaruh berapa agar peluang ceroboh itu berbuah hasil.
Guess my ambition in short term is obvious. Meningkatkan targetan2 kami sebagai asisten dan meningkatkan lagi peran kami semua untuk lab dengan program-program dan ide-ide serta kebersamaan yang imajinatif dan kreatif.
Write it down in my heart that those are my ambition.*
“Life, without ambition is like spring without flower blossom”
17

Wednesday, May 30, 2012

Portofolio

Pekan ini UAS ke 6 saya di IT Telkom berlangsung. Namun, seiring bertambahnya waktu dan tahun angkatan, enggan sekali untuk belajar (kembali) demi persiapan UAS. Ditambah pula beban amanah yang bertambah dan godaan liburan panjang yang menanti (atau bisa dibilang beban baru ketika mahasiswa menganggur).

Alhamdulillah, malam ini terasa beda. Tentu. Selain kedatangan dua menteri yang tiba-tiba bersilaturahmi, terus berdiskusi cukup panjang dan membuka pikiran tentang polemik kampus dan sekitarnya, tugas lama pun dimunculkan dalam diskusi (lumayan) lama ini. *Credit for my minister and the new minister of Pengmasy*.

Satu poin yang agak menohok. Kita bebas berekspresi dengan tindakan kita masing-masing, karena kita sudah dalam level mahasiswa. Semua jeri payah yang kita lakukan saya yakin untuk membuat sejarah. Visi besar masing-masing orang (atau mungkin hanya cara pandang saya pribadi. CMIIW). Dan tak ada salahnya ketika langkah itu pun menajdi portofolio kita bersama. Kita bersama. Dan itu menjadi hak pribadi masing-masing untuk mencantumkannya. Tentu dengan segala konsekuensi ketika itu dicantumkan pun menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi siapaun yang mencantumkannya.

Ada yang salah dengan pencantuman portofolio itu?

Jujur. Sedikit pun tidak ada niatan saya dari awal untuk mengikuti segala kegiatan demi mencantumkan portofolio di selembar kertas. Terlalu naif untuk seluruh ilmu dan manfaat yang saya dapat dan peran yang saya berikan dalam kegiatan tersebut dibanding dengan serangkaian huruf di selembar kertas itu.

Namun ketika dihadapkan pada realita, portofolio menjadi tolak ukur dari suatu nilai di dunia. Formalitas. Sudah berapa kali kita memakai kata ini untuk urusan dunia? Portofolio itu untuk formalitas saja, karena intinya semua isi yang ada dalam selembar kertas itu akan ditanyakan secara tidak langsung dalam kehidupan nyata. Bukan hanya kata-kata tersebut terlihat banyak, kemudian prestis, atau pun lainnya. Nol besar ketika itu semua hanya sebatas rangkaian huruf semata.

Kalau pun itu tak pantas saya tuliskan dalam portofolio hidup saya. So be it. I’m gonna erased it. Forever.

CMIIW

Monday, May 07, 2012

Sang Sapu Lidi dan Avenger

Lagi-lagi, korban pendidikan Indonesia. Pasti hampir semua orang Indonesia akan ingat dan mengerti betul cerita “Sang Sapu Lidi”: Sapu lidi itu kalau satu batang sendirian terus dipake buat nyapu, dijamin sedikit, susah dan makan waktu lama untuk mbersihin. Tapi kalo sapu lidinya banyakan, terus diiket, nyapu jadi lebih mudah, nggak makan waktu lama juga.

Inget kan?? hehe

sapulidiSekarang, hal apa yang ditekankan atau pertama kali kepikir ketika denger persatuan atau cerita “sang sapu lidi tadi?

harus lidi yang banyak kah? lidinya yang bagus-bagus dan kuat-kuat kah? tali yang buat ngiket lidinya kah? Atau tingkat kotornya taman yang bakal disapu? *Pasti tiap orang punya pemikiran masing-masing*

Jujur, waktu kecil dan masih anak ingusan (bahkan sampai bulan-bulan akhir ini)., saya mikir bahwa yang ditekankan dalam cerita tadi itu jumlah lidinya. Tapi sejenak saya sadar, bahwa jumlah lidi yang banyak pun tak ada artinya. Justru malah bakal membuat pekerjaan akan sangat susah dan lama untuk dilakukan kalau nggak ada tali yang mengikatnya. Karena yang terpenting dalam banyak lidi itu adalah ikatan yang kuat yang ada. Yah, ikatannya bung. I K A T A N.

The-Avengers-the-avengers-29517985-1600-1200

Terinspirasi (lagi) setelah menonton Avenger (saya nggak mau spoiler), bahwa sehebat apapun orang yang ada di dalamnya, ketika tak ada ikatan yang kuat dan mengikat semua pihak yang ada di dalamnya, sekumpulan itu ‘nothing’. Susah untuk diajak berlari bersama beriringan. Banyak buktinya, perselisihan yang banyak di kelompok, rasa saling nggak percaya, tak ada yang peduli dengan sesamanya, mudah terprovokasi, malas-malasan dalam mengerjakan tugasnya, atau yang paling parah mereka beranggapan bisa kerja sendirian.

Beda lagi ceritanya ketika ada ikatan yang mengikat menyeluruh diantara mereka. Bukan malah memberatkan dan menekan mereka dalam satu kelompok, tapi justru makin menguatkan mereka dalam kebersamaan dan kerja sama yang makin kompak. Ikatan itu bukan hanya mengikat di bibir saja, tapi ikatan yang mengikat pola pikir dan hati mereka. Ikatan yang mempunyai sense of belonging yang tinggi, dan ikatan yang membuka kekakuan dan ketertutupan serta kekerasan hati. Buktinya, satu persatu tantangan dapat ditaklukkan. Pujian yang dibagi bersama, dan sakit yang dirasa bersama. Dan yang pasti kemenangan di akhir cerita.

Segitu pentingnya kan ikatan itu… ^^

Kembali lagi ke sang sapu lidi tadi, ketika justru ikatannya lemah, satu persatu lidi rontok ketika digunakan. Dan makin rontok sampai habis ketika satu atau dua lidi mulai merontok. Dan hal alami itu sebenernya sama seperti kita, ketika dalam satu kelompok ada satu atau dua anggota mulai tak percaya, pasti ada anggota ketiga dan keempat yang menyusul, sampai akhirnya semua anggota terpengaruh dan jatuh semua.

Karena pasti perbedaan itu mutlak adanya. Dengan sifat yang berbeda, pemikiran yang berbeda, skill yang berbeda, paradigma yang berbeda, background yang berbeda, (mungkin) tujuan yang berbeda, dan pasti style yang berbeda pula. Sehebat apapun kepemimpinannya, saya yakin jika tak ada ikatan yang kuat diantara mereka, lama kelamaan akan jatuh juga.

Semoga ikatan itu ada di antara kita, ikatan yang saling menguatkan untuk kemakmuran bangsa kita Indonesia…

 

We were bound to be part of this, protecting and keeping our Earth.

We were bound to be the one of these, standing to keep aside for our God.

We were bound to be responsible in this land, making this country grow up

And we were bound to be us, being useful for everyone 

*Jadi..sudahkah kamu nonton Avenger?? #loh Smile 

The-Avengers-the-avengers-2012-movie-30729247-750-514

Saturday, April 28, 2012

Tentang sebuah kedudukan...

Tak kurang dari dua hari lagi, genap sudah satu bulan saya mempunyai peran dan amanah lagi sebagai asisten praktikum.
Apa hasil nyata yang sudah ada?
Pertanyaan retorika seperti ini yang sering membunuh dan mematikan rasa 'semangat' dan rasa 'optimisme' jika salah diartikan.

Dan bahkan tak lebih dari lima hari, genap sudah saya mendapat amanah lagi lagi. Menduduki posisi puncak dalam struktur organisasi lab.
Visi dan ide apa yang kau punya untuk mengarahkan lab tahun ini?
Pertanyaan retorika yang sama yang bahkan membuat sebuah beban tersendiri, bahkan membuat suatu ruangan dimensi yang membutuhkan pikiran dan waktu lebih untuk memikirkannya.
Menyesal?
Justru itu bukan suatu hal yang harus disesalkan. Toh nanti ujungnya tak ada solusi konkrit yang dapat diberikan dari penyesalan itu. Atau malah justru meninmbulkan masalah baru yang makin serius.


Dari Abu Musa RA, katanya:
"Saya datang bersama dua orang kaum, saya datang kepada Nabi SAW.
Yang seorang mengatakan: "Angkatlah kami untuk jabatan pemerintahan ya Rasulullah!",
dan yang seorang lagi mengucapkan perkataan serupa itu pula.
Beliau menjawab:
"Sesungguhnya kami tidak mengangkat untuk itu orang yang memintanya
dan tidak pula orang yang sangat mengharapkannya"
(H.R Bukhari)

Setidaknya kalimat itulah (salah satu) yang menguatkan hati ini untuk tetap terus meluangkan ruang di hati ini, ruang dimensi di pikiran ini, dan waktu dalam 24 jam ini untuk Laboratorium keren ini. ^^ insyaAllah...

Tak bisa saya pungkiri, bahwa gejolak peperangan hati ini masih terjadi. Orang mana yang dengan rela dan ikhlas dapat langsung menerima kedudukan sebagai pemimpin jika ia tak ada persiapan dan kemauan untuk mendudukinya. Mengingat hampir satu semester yang lalu saya menjadi seorang 'pengangguran'. Pikiran saya tak terbiasa dan menumpul, aksi saya tak lagi 'cekatan' seperti dulu (kalau dulu bisa dibilang cekatan), ide dan visi saya memendek dan tak konvergen atau bahkan abstrak. Tak punya bekal dalam dunia lab pun menjadi penyulut perang batin ini. Ditambah lagi dengan latar belakang saya yang lebih ke arah sosial.
Masih mampukah menjadi seorang pemimpin??
Lagi-lagi bayangan background ini menjadi sebuah duri yang sakit dan menyiksa setiap saat di seluruh tubuh sebelum duri itu diambil (dikeluarkan) sempurna dari tubuh ini.

Bismillahi tawakkaltu walaa kuwwata illa billah... (doa mendapat amanah baru)
Semuanya sudah digariskan, sudah ditetapkan. Justru saya seharusnya bersyukur, bahwa saya satu-satunya orang 'beruntung' karena hanya sayalah orang yang mampu mengemban amanah ini. Makanya Allah percaya, bahwa hamba yang satu ini dapat menyelesaikan dan lolos dari ujian yang diberikannya (berupa amanah). Aamiin ya Rabb...

Lagi pula, menjadi seorang pemimpin banyak yang mendoakan, rutin, dan hampir di seluruh Indonesia (atau bahkan dunia). Tiap hari Senin jika mereka upacara bendera, pasti ada bait dalam bagian doa saudara kita: "ampunilah pemimpin-pemimpin kami.,pemimpin di negeri kami.." ^^

Tak ada gunanya mengeluh, tak ada gunanya melihat ke masa lalu, tak ada gunanya hanya duduk diam tak melakukan apa-apa. Karena saya yakin, saya tak sendiri dan saya tak kesepian. Ada delapan orang terbaik dan terhebat yang menemani. Delapan orang yang menginspirasi, delapan orang yang menyemangati, dan delapan orang yang menghidupi....

"You are a leader if and only if you have the follower"
(Anis Baswedan)

Do I have that follower??


#Sedikit Curhatan Menjelang Satu Purnama Mendapat Amanah Baru

Monday, April 16, 2012

Bencana, Pendidikan dan Rekayasa Trafik

Sekilas memang tak ada hubungannya tiga kata tersebut. Mereka indpendent dalam batasan ruang makna definisnya masing-masing. Tapi tidak untuk kali ini.

Bermula dari informasi seorang teman (sebut saja C) saat beres-beres lab untuk hajatan kampus. Saat itu hari Rabu 11 April 2012.
C:"Gempa 8,5 SR terjadi di Aceh"
Sya : "Innalillah............, ada potensi tsunami nggak?"
C: "nggak tau dit.,"
Pikir saya,setelah kegiatan ini selesai,saya akan mencari tahu sendiri detail beritanya di internet. Nanti di kostan. Pembicaraan kami berlanjut lagi, tapi dengan topik yang berbeda.

Kuliah sore ini agak berbeda, dosen yang biasanya datang hampir on time, namun telat datang yang tidak sperti biasanya. Ternyata alasannya karena materi hari ini hanya pembagian berkas hasil ujian. Oooh noooooo. Saya nggak mau bahas-bahas nilai disini, pamali. hahaha. Setelah semua berkas terbagi sesuai nama pemiliknya, dan komplain terlayani dengan baik, Ibu separuh baya tersebut memberikan standing speechnya seperti biasa.
"Kerbau saja bisa pinter kalo belajar.." poin #1 yg saya cerna. "Pinter itu bukan sesuatu yangg dibanggakan, lah itu suatu keharusan kok.." poin #2.
"Target itu jangan jadi orang pinter, pinter itu keharusan, target juga jangan jadi orang kaya, kaya itu harus. Target juga jangan masuk syurga, karna masuk syurga itu juga harus.." poin #3 yg menohok
"..karna kalo targetnya kaya gitu, kalo meleset ya udah., nggak dapet. Kalo target masuk syurga, terus meleset, berarti msuk neraka dong...." poin #4 lebih menohok lagi.
Akhirnya kelas diakhiri juga, namun poin-poin itu masih saja tertempel jelas, bukan dalam pikiran (saja), tapi dalam hati juga.

Keesokn harinya, Kamis 12 April 2012 hajatan kampus pun datang. Persiapan yang telah kami lakukan alhamdulillah berbuah hasil: nggak ada pertanyaan aneh-aneh, dan nggak ada kunjungn misteri. (setidaknya, kami sudah melakukan persiapan sebisa kami). Akhirnya saya pulang setelah maghrib, tapi bukan ke kostan langsung, mampir ke Rupin (Rumah Pintar) RW 13 Sukabirus. Alhamdulillah, saya sebagai volunteer yang mengajar adek-adek SD dan SMP yang punya semangat belajar disana. (Sekalian promosi. Hehehe)

"UN'y kapan ham?", tanya saya ke salah satu anak SMP kelas 3 Rupin. "dua minggu lagi ka, kalo Senen ini mah UN SMA ka", jawab ilham. Pelajran sore itu berlanjut. Saya sadar, pendidikan ini sangat alot, saking alotnya, banyak orang yang makin apatis dan nggak mau peduli lagi dengan pendidikan di negerinya sendiri. *sudahlah ini topik yang berat, saya nggak punya kewenangan dan nggak cukup data untuk menuliskannya.,hehehe*

Sabtu 14 April, alhamdulillah saya dapat kesmpatan pulang kampung, setelah rencana pulang hari Kamis gagal akibat adanya hajtan kampus. Bertolak dr kostan pukul 5.45 pagi, dan smpai di rumah pukul 1 siang. Di rumah, saya disambut dengan pertanyaan-pertanyaan Ayah tentang apa yg selama ini dilakukan anak keduanya ini di Bandung, nantinya mau kemana arah setelah lulus, dan bidang apa sih yang sebenernya di dapat di kampus. *bener-bener dah, pembiicaraan serius* biar nggak serius-serius amat, saya sambil curhat aja, itung-itung ngeluarin unek-unek untuk sekedar refreshing.,hehe

Saat di rumah, saya melihat berita di TV tentang persiapan UN SMA hari Senin ini. Kebanyakan mereka menggelar doa bersama dan dzikir masal. Channel berita lain nayangin bencna gempa bumi di Aceh, bagaimana wrganya berhamburan, macet total, dll. Bahkan banyak dari mereka yang lari ke dalam masjid. Entahlah. Mungkin dalam keadaan tidak sadar, mereka akan berlari dan secara acak mencari tujuan.

Sekilas memang nggak tampak aneh, tapi entah kenapa respon hati ini berbeda, me-loading ingatan poin-poin kalimat dari dosen tentang "masuk syurga itu harus", rasanya ada yang salah dengan berita-berita tadi. Jujur, saya dulu ketika akan UN SMA pun, sekolah mengadakan hal yang serupa, dulu ketika ada gempa di Bandung, saya berhamburan keluar secara acak. Tapi entahlah, bukan masjid yang saya tuju, tapi tanah lapang.

Lantas, kalau "masuk syurga itu suatu keharusan" apakah dalam tiap kita 'butuh Dia' saja kita mendekat? Itukah yang namanya keharusan? Atau hanya target yang mempunyai kemungkinan meleset? Entahlah.

"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan,"
QS. Yunus (10:12)

Kita nggak mau kan jadi orang-orang yang tersebut dalam ayat qur'an di atas? Maka kalau masuk syurga itu keharusan, tak perlu menunggu bencana dulu atau tak perlu menunggu ada ujian dulu untuk mendekati dan lebih mengenal-Nya kan? Dia selalu terbuka kok, siang malam, 1x24 jam, 7 hari dalam seminggu. ^^
#Bismillahirrohmaanirrohiim

#Saat perjalanan menuju Bandung

Monday, April 02, 2012

Sosial Itu Ya Kita Semua

Sudah dari kapan kita di cekokin pernyataan bahwa kita makhluk sosial? SD mungkin, tp pernah nggak kita mikir lebih tuk mencoba memahami maknanya? *saya yakin pernah*

Yah, mungkin klo ditanya maksud'y, pasti semua bakal jawab dengan hafal dan sampe ditambahin pake contoh segala mungkin: "makhluk sosial itu berarti kita tak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, ketergantungan kita akan orang lain itu besar. Contoh yang sederhananya, mulai dari kita bangun tidur dah, ada alarm (alarm itu ciptaan orang lain), terus makan (beli di warung, makanan nya merupkan hasil kerja orang lain), mandi,dsb"

Nah,terus ada nggak manusia yang bukan makhluk sosial? Jawabannya saya ngga tahu (pastinya),hehe. Yang jelas, yang mendekati makhluk anti sosial pasti ada.

Secara nggak sadar, kegiatan kita pun berakibat kepada orang lain (setidaknya orang lain yang tidak terlalu jauh dengan kita). Jadi gini,

Tatang: "kenapa si Asep ngga dateng?"
Drajat: "Katanya dia malu kalo ngumpul sama kita, dia ga doyan makan pedes-pedes soalnya"
Tatang: "whaaat??? -,-"

Nah,tau maksudnya kan?
Manusia memang diberi dua telinga dan satu mulut, maknanya, kita harus lebih banyak mendengar orang lain lebih, ketimbang berbicara yang tidak seperlunya.

Saya nggak bilang kalau kita dilarang ngomong kok, asal tahu tempat dan waktu serta lawan bicaranya. Lebih tepatnya lagi, 'sesumbar' itu nggak baik. Nggak baik, asli. Bukan hanya membuat orang lain iri, tapi terkadang membuat orang lain panas. Syukur kalo malah ngasih motivasi buat yangg denger, tapi kalau menjurus ke kriminal?

Dan slama saya sadar akan di sesumbari orang, mayoritas yang ada tuh malah 'panas' dan iri.

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhir, maka hendaklah ia berbicara yang baik-baik atau diam (tidak berbicara)"

Kalau itu bukan suatu maslah yang benar-benar perlu saran dan diskusi dari atau dengan orang lain, kenapa kita tidak smpan saja manisnya nikmat itu untuk diri kita sendiri, keluarga kita (ayah ibu terutama) atau simpan dalam kalangan orang-orang yang terlibat di dalamnya (saja). Tak perlu mbleber ke orang lain, karena mereka pun pasti punya cerita dan petualangan sendiri.

Tapi, kalau yang pendengarnya malah meminta kita untuk cerita, nah., itu beda lagi......

#Saat Earth Hour 31 Maret 2012 dengan Aizel Tersayang

Saturday, March 24, 2012

Kutukan Indonesia

"Gemah ripah loh jinawi”
Indonesia
Orang Indonesia mana yang nggak pernah denger kalimat itu? (Setidaknya orang yang sudah bersekolah dasar). Tapi ada yang tahu apa maksud dan arti kalimat itu?
Saya nggak akan ngebahas arti dan maksud kalimat itu, yang jelas, dari KBBI versi online, arti dari kalimat itu adalah “tenteram dan makmur serta sangat subur tanahnya”.

Pertanyaan berikutnya: “Kenapa negeri kita tercinta ini bisa dapat istilah kalimat GRLJ (Gemah Ripah Loh Jinawi)?” Tentu semua orang sepakat, bahwa ada alasan geografis yang sangat kuat sehingga bla bla bla bla…… (cari tahu sendiri lengkapnya lah ya.,hehehe). Malah sempet dibuat lagu sama Koesplus:
“bukan lautan, tapi kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu………..”

OK., kita sepakati dulu kalau negeri kita tercinta ini sangat kaya akan sumber daya alamnya yang melimpah ruah, mulai dari mineral (emas,perak,timah,dll), panas bumi, panas matahari, hasil laut,dll. Bahkan sebatang kayu saja bisa untuk makanan kita (singkong). Ditambah lagi dengan berita tentang keanekaragaman flora dan fauna yang ada di Indonesia., beuh…, dijamin kita paling TeOPe dah..^^ Dan itu semua merupakan karunia dari Tuhan Sang Pencipta, Allah SWT…
Sepakat? ^^

OK.,pertanyaan berikutnya, “Kenapa nggak kita sebut saja kekayaan alam tadi bukan sebagai karunia, tapi sebagai kutukan?”


Berawal dari berbagai cerita yang saya dapat, orang-orang yang berada di Eropa sana atau bahkan di daerah Timur Tengah sana yang notabenenya tidak mempunyai karunia sehebat karunia yang diberikan di negeri kita. Alhasil, mereka harus ‘berjuang lebih’ hanya untuk menghidupkan tanaman saja untuk mereka makan karena cuaca dan keadaan tanah yang nggak sesubur tanah kita. Dan mereka harus ‘berjuang lebih’ untuk mendapatkan ikan karena lautnya tak sekaya laut punya kita. Dan lagi mereka harus ‘berjuang lebih’ hanya untuk menghangatkan badan meraka.

Berawal dari kata ‘berjuang lebih’ itulah, mereka terbiasa, dan menjadi habits mereka, selalu berjuang lebih dan lebih. Ujungnya, peradaban meraka lebih maju dari kita.

Sedangkan kita, yang notabenenya tak perlu ‘berjuang lebih’ untuk bertahan hidup dalam bentang kekayaan ini, justru malah terbiasa untuk bersantai-santai, dibuai dengan segala kekayaan dan karunia yang ada. Alhasil, habits kita pun ya seperti ini adanya (tahu lah ya., meskipun pasti banyak orang kita yang nggak seperti orang Indonesia kebanyakan). Ujungnya, negara kita tetap disebut sebagai negara berkembang (saja), tak pernah maju-maju, malah tersalip sama negara sebelah.

Jadi kekayaan alam yang kita punya itu sesungguhnya adalah kutukan.

Dan tentu, layaknya kutukan kebanyakan (ini dari dongen-dongen dan cerita fiksi), pasti untuk menghilangkan kutukan itu harus menggunakan cinta sejati atau True Love. ^^ #eeaa

True Love yang dibutuhkan untuk mencintai negeri kita ini. Untuk mencintai Ibu Pertiwi yang berduka hati, mencintai Ibu Pertiwi yang air matanya berlinang. Dan selayaknya True Love, pastilah bukan hanya cinta di bibir saja, tapi juga dilakukan dan tercermin dari sikap dan sifatnya, dan ada aksi nyata untuknya. Dan pasti akan selalu Happily Ever After. ^^

Dan jika kita semua, (se-nggak-nya yang tercatat sebagai WNI) mempunyai perasaan True Love kepada negeri kita, INDONESIA, pastilah kutukan itu akan hilang dan berubah menjadi keberkahan dan karunia yang sesungguhnya. Karunia yang akan benar-benar membawa kita ke happy ending suatu cerita. Insya Allah….

Jadi.., “sepakat bahwa kekayaan alam Indonesia itu merupakan kutukan?”

Merah Putih

*Mari kita sama-sama menjadi True Lover untuk tanah air kita sendiri (dengan cara kreatif masing-masing) ^^
Bismillah……

Monday, February 27, 2012

#awal2begin

Tak ada aksi

mana karyanya?

ketika itu hanya berat di pikir

malah anggap itu pengorbanan

      sekarang

      keyakinan yang dimainkan

      goyah secuil celaka

      tak bisa tidak

inspirasi yang buntu mencegat

selalu

harapan?

bahkan makin jauh dari Sang Pemberi

malu

sudah telat

melangkah pun tersendat-sendat

padahal beban terberat adalah kaki itu

naif

      bahkan mimpimu besar

      tindakan kecilmu jauh dari kata kecil itu

      aaaaaahh…….

      bangun pun tak membawa perbedaan

      atau harus terus bermimpi?

      payah

#awal2begin seharusnya ada

#awal2begin seharusnya bisa

#awal2begin seharusnya mampu

“coz the first step is always hardest in every changing

 

Sedikit curhatan ketika hati dan fisik mulai buntu dan

setidaknya menambah beban pikiran untuk

#Galau

Thursday, February 02, 2012

Petualangan 5 Kota #4 Blitar

“Kota yang melahirkan pemimpin pertama di Indonesia”

Liburan kali ini emang tak ada habisnya kami berkeliling. Masih dengan manusia-manusia lama yang kali ini berjumlah enam orang layaknya Super 8. Ada manusia #1 Adit, #2 Mbe, #3 Rahma, #6 Ria, #8 Iin, dan #9 Fariz. Karena tiga orang yang lain sudah pulang duluan (atau setidaknya akan langsung pulang). Sebelum berpetualang ke Kota Blitar ini, kami harus transit dulu di rumah manusia #4 Linda. Basecamp petualangan kami liburan kali ini. Hehehe. Fix bakalan sangat ngerepotin lagi.

Hari terakhir di Pare (Sabtu, 210112)

Hari terakhir di Pare, kami hanya berdelapan orang. ke-tujuh manusia yang saya sebutin di awal dan dua orang lagi #5 Gigi dan #7 Farah. Sedangkan manusia #9 Dian sudah pulang di malam sebelumnya.

Ada yang lain di hari terakhir di Pare: saya bangun kesiangan, manusia #2 mandi pagi, dan manusia #9 berangkat siang. Hari terakhir ini adalah final test semua program kecuali Vocab yang dimajukan di hari Jum’at kemarin. Malam sebelum-sebelumnyanya kami sudah melakukan persiapan yang cukup untuk hari ini. Mulai dari menghafal kosa kata dengan cara bedek-bedekan (bahasa jawa yang artinya tebak-tebakan), latihan presentasi dan kadang ngomong sendiri di kamar, sampai latihan pelafalan juga. *Entah kenapa jadi serius belajar gini. Hahaha

Ujian pertama Speaking 3 jam 7 pagi tepat. Pas saya datang, Arafat sudah berdiri di depan mempresentasikan materinya: “Do you agree if street people and vendors are imprisoned?” Dan secara acak, saya maju ditunjuk oleh Yudi yang mendapat giliran setelah Arafat. Jadilah persiapan semalam saya tumpahkan. Alhamdulillah selesai. Kami berempat (manusia #1, #2, #5 dan #8) mendapat nilai yang bagus dan LULUS. Istirahat sebentar, jam 10 kami langsung ke Alaska untuk final test Pronounce 1. Testnya cukup sederhana: membaca satu paragraf yang sudah disediakan dengan baik dan benar (versi ajaran Mr.Fahmi tentunya). Selesai sudah semua ujian. Waktunya kami bergegas untuk packing meniggalkan Pare.

Depan Office

Makan siang terakhir, minjem sajadah terakhir untuk sholat dzuhur dan ashar yang di jama’ di kamar, mandi terakhir, dan pamitan sama orang-orang asrama. Kami bergegas ke Office untuk berkumpul. Jam setengah dua kami kumpul semua. Masalahnya adalah kami belum pasti pulang (baca: ke rumah manusia #4) menggunakan apa. Setelah menunggu mobil sewaan dari salah satu tutor, dan ternyata penuh semua, manusia #1 dan #2 menerjang hujan untuk nyarter angkot. Angkot yang harus bertuliskan huruf ‘P’, saran manusia #4.

Setelah nego-nego yang cukup lama, deal 130k sampai di depan rumah manusia #4 di Desa Sumber Duren. Tapi sebelumnya kami harus ikut angkot ini mengantar penumpangnya sampai di perempatan Pare. OK, akhirnya kami berdua ikut naik. Dalam perjalanan, entah apa yang ada di pikran Pa Supir, dia menerima orderan (atau carteran) baru ke Terminal Pare. Banyak orangnya? 15 orang. Wow., kami berdua yang mendengar itu hanya diem dan heran. Angkotnya seperti angkot normal, hanya formasi tempat duduknya yang berbeda. Bukan sejajar berhadapan, tapi beruas tiga: depan (supir dan kursi sampingnya), tengah (kursi cukup dua orang dan jalan untuk ke belakang) dan bagian belakang (cukup tiga orang). Semua penumpang diturunkan di perempatan Pare, angkot memutar haluan kembali ke tempat akang-akang yang nyarter ke terminal.

Bisa bayangin? 18 orang (termasuk kami berdua dan supir) naik satu angkot yang (mungkin) kapasitasnya hanya 7 (secara ideal termasuk supir)? Ditambah pula 15 orang yang naik adalah abang-abang tukang bangunan yang badannya gedhe-gedhe. Mo*her of God… dan itu muat juga akhirnya: 15 orang di belakang (entah gimana caranya), dan kami berdua bersama supir di depan. Pikiran saya udah hawanya jatuh ngeguling aja nih angkot. Amazing…. sampai di terminal, angkot kecil ini memuntahkan 15 penumpang yang dibelakang. Mungkin akan keliatan unik dan lucu, angkot sekecil itu menurunkan orang-orang berbadan besar satu persatu sebanyak 15 kali. Terminal yang tadinya sepi, sekarang terlihat rame banget. Keliatan bedanya. ckckckck…. Incredible., Alhamdulillah., selamat juga nganterin 15 orang berbadan gedhe-gedhe ini…

Akhirnya, angkot sampai juga di office, sung kami masukkan barang-barang kami dan mengaturnya agar muat. Karna kami hanya berenam, pasti muat (mengingat menit sebelumnya angkot yang sama ini ditunggangi 18 orang). Manusia #9 di depan di samping Pak Supir (bukan Pak Kusir loh ya). Manusia #1 dan #2 di tengah sambil menjaga barang bawaan. Sedangkan ladies (manusia #3, #6 dan #8) di belakang.

Kampoeng Inggris.., off we go… good bye…..

Alhamdulillah kami sampai juga di rumah manusia #4 setelah dua jam perjalanan… ^^

Keesokan harinya (Minggu 220112)

Kegiatan rutinan seperti biasa: bangun, sholat, ngantre mandi sambil nonton TV dan sarapan. Jam 10 lewat, kami dijemput oleh Ayah dan Ibu Linda serta Adeknya. Tanda petualangan kami bertujuh layaknya Running Man di kota Blitar dimulai. ^^

Ayah dan Ibu Linda duduk di depan, Linda dan Adeknya serta Ria Rahma di tengah. Sisanya: Fariz, Iin, Mbe, Adit berbagi tempat di kursi belakang. Tak banyak yang dapat diceritakan di jalan, karena kami hanya mengobrol dan bercanda. Yang pasti manusia #9 tertidur di sebagian besar perjalanan. Akhirnya kami juluki dia ‘si tukang tidur’. ^^V

Depan Galeri Bung Karno

Akhirnya tiga jam di mobil, mengantarkan kami sampai di Blitar. Suasana kotanya sangat terasa sekali oleh pendukung dan basecamp salah satu parpol. Potret Bapak Proklamator kita pun banyak terpampang. Yah.,karena kota ini terkenal dengan Makam Bung Karno-nya. Itulah tujuan kami.

Sampai di lokasi, kami masuk dan sholat dzuhur terlebih dahulu di masjid yang dekat makam. Selesai sholat, kami berziarah ke Makam Bung Karno (atau poto-poto saja). Sebut saja keadaannya tidak sesuai dengan ajaran yang kami pegang masing-masing. Ketika seseorang telah meninggal, hanya tiga amal yang masih bisa mengalir pahalanya kan?: ilmu yang bermanfaat, doa anak yang shaleh, dan amal jariyahnya. Jadi tugas kita hanya mendoakan yang wajar saja. Tidak meminta sesuatu padanya apalagi meninggikan (ekstrimnya berharap banget atau menyembah) orang yang telah meninggal tersebut. Bukankah kalau orang yang beriman itu akan selalu didoakan oleh semua Muslimin di dunia. Tak tanggung-tanggung, lima kali sehari malah.,bahkan lebih. *lebih banyak dari pada makan atau minum obat. Ya, doa itu di dalam sholat kita, pasti kita membacanya dalam tahiyat. Hayo..sadar nggak???

Makam Bung Karno

Puas dengan ziarah (atau poto-poto) di makam Bung Karno, kami ke museumnya: mengenang kembali jasa-jasa beliau dalam kemerdekaan Indonesia. Koleksi poto-poto Bung Karno ketika menjadi Presiden Perdana RI, pergerakannya, sampai keluarganya pun terpampang rapi. Ada juga bendera pertama Indonesia yang dijahit oleh Bu Fatmawati. Tersentuh sekali melihat sejarah bangsa kita. Dulu serasa bangsa kita mempunyai martabat yang lebih disegani di mata dunia.

Tapi ada satu tokoh yang lebih saya kagumi: Pasangannya Bung Karno, Bung Hatta. Entahlah kenapa, tapi saya lebih kagum dengan Bung Hata. Wapres nomor wahid di Indonesia ini punya karakter tersendiri: berada di belakang layar. Tak banyak cerita tentang Beliau, selalu berperan di belakang. Jarang terpublish gerakan dan perannya (setidaknya di buku-buku pelajaran sekolah). Wajahnya kalem dan damai, bersahabat, kuat, tegar dan ada unsur ketegasan disana. Saya suka. ^^

Galeri Bung KarnoBendera PertamaBung Hatta

Puas dengan keliling tempat wisata Makam Bung Karno, kami istirahat sambil minum es kelapa. Dan it’s shopping time. Belanja beberapa souvenir dan baju. Manusia #2 yang kali ini berbelanja banyak. Sedangkan manusia #1 dan #9 cepat kembali ke mobil karena tak ada niat belanja. Ternyata, Ayah dan Ibu serta Adeknya Linda malah lebih awal sampai di mobil. Sepertinya sudah jelas, mereka sering datang kemari, jadi tak berselera lagi untuk belanja. Setelah menunggu nyaris satu jam, akhirnya semua menyudahi hunting-nya. Berkumpul lagi di mobil. Setelah semua lengkap, sung kami pulang. Sebelumnya kami mampir dulu untuk makan, atau bisa dibilang sembari nunggu hujan reda juga dan untuk sholat ashar.

Kenyang perut kami semua, sung kami lanjut perjalanan untuk pulang. Tentu dengan formasi yang sama. Di perjalanan, kami melewati jalur lahar dingin Gunung Kelud. Dan tentu, tak ada lahar dinginnya karena Gunung Keludnya baik-baik saja. Akhirnya kami sampai juga di rumah manusia #4 sekitar jam 7 malam yang sebelumnya mampir di SPBU untuk sholat maghrib.

Sampai di rumah, sambil istirahat, timbul masalah: registrasi. Yah, kami #galau registrasi, karena selain rumahnya jauh dari internet (warnet jauh, sinyal lemah dan tak ada tukang pulsa yang dekat pula), kami baru memikirkan mata kuliah yang akan kami ambil hari itu. *Kayaknya tidak buat manusia #6 yang sudah memikirkannya jauh-jauh hari.

Malam pun menjelang, kami tidur. Di depan TV yang disulap menjadi kamar tidur: manusia #1, #2 dan #9. Saya di tengah karena kurang gesit dalam nge-tag tempat tidur. Pathetic. Ternyata malam hari justru hawanya dingin sekali ditemani dengan teman kecil yang berisik dan penggangu: nyamuk. Saya harus sering terbangun untuk membetulkan jaket agar cukup menghangatkan badan dan mengusir nyamuk-nyamuk betina yang haus darah ini. Sedangkan para ladies di kamar depan. Dan tuan tumah berbagi kamar dengan Budhenya di kamar tengah.

Hari perpisahan (Senin 240112)

Hari ini terasa berbeda, yah.,karena dua pesan di Aizel-00 (nama HP saya) sudah bertengger di kotak masuk. Isinya tentang registrasi semua. Bangun seperti biasa, sholat shubuh, dan lanjut lagi ngurus registrasi. Setelah agak hangat sedikit, kami bergegas mandi. Karena kami harus berangkat jam 8 pagi mengejar travel agar tidak telat. Packing semalam sudah membuat kami bisa cepat bergegas. Tak ada lagi acara males-malesan mandi seperti biasa karena kami harus bergegas.

Setelah semua siap, dan Ayahnya Linda datang dengan mobilnya, kami memastikan kembali tak ada barang yang tertinggal. Sung kami atur formasi agar satu mobil muat untuk enam orang ditambah barang bawaan kami. Akhirnya dengan berbesar hati, ladies duduk di belakang: manusia #3, #4, #6 dan #8. Kami bertiga (manusia #1, #2, dan #9) duduk di tengah, sedangkan kursi depan diisi barang bawaan. Bismillah..,kami berangkat (atau lebih tepatnya pulang). Mampir dulu di rumah Linda yang satunya, untuk pamitan dengan Ibunya Linda. Kami lanjut ke tujuan kami: Tempat Travel.

Galeri Bung Karno

Tujuan kami nyaris berbeda-beda semua. Manusia #1 ke Jogja dan manusia #9 ke Semarang. Sedangkan manusia #6 dan #8 satu mobil ke Surabaya. Lain lagi dengan manusia #2 dan #3 yang satu bus tujuan Lampung, namun manusia #2 turun di Bogor. *entahlah turun dimana dia.,hehe. Itulah akhir petualangan kami bersama selama dua pekan di tanah orang. Sekitar jam 9 pagi, mobil tujuan Surabaya datang, dan membawa manusia #6 dan #8. Jam 11.30 giliran mobil tujuan Jogja datang untuk mengangkut manusia #1 berbarengan dengan berangkatnya manusia #2, #3, dan #4 ke tempat bus. Sedangkan manusia #9 masih setia menunggu mobil tujuan Semarangnya.

Dan lagi, saya tak pandai dalam perpisahan. Entahlah, itu sifat alamai saya mungkin. Terlalu kaku dan tak pandai berkata. Kami berpencar, berpetualang dengan tujuan kami masing-masing. Layaknya membawa misi penyebaran Islam zaman Rasulullah, kami dipencar ke-empat penjuru: Barat (manusia #2 dan #3), Timur (manusia #6 dan #8), Utara (manusia #9) dan Selatan (manusia #1). Hahaha *sedikit lebay takapalah ya.. ^^V

Membawa kenangan dan cerita kami masing-masing, mengendapkan rasa senang liburan kali ini, dan ditemani perasaan #galau akan semeseter 6 yang menanti. Semoga kita bertemu kembali di petualangan bersama yang lebih seru lagi…. Semoga…

Terima kasih banyak buat ke-enam manusia super yang keren-keren ini. Terima kasih banyak juga untuk Ayah, Ibu dan Adeknya Linda untuk ajakannya berlibur di Blitar dan menginap (lagi) di rumah yang nyamannya. ^^ Maaf kalau kami banyak merepotkan.. *bow

“Maka apabila engkau telah selesai satu urusan, tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” Al-Insyirah (94:7-8)

 
Copyright (c) 2010 Bermula dari Awal and Powered by Blogger.