Monday, August 20, 2012

Merdeka lalu Menang

67_Indonesia

Logo HUT RI ke-67 (Sumber dari kaskus)

Hari kemerdekaan RI ke-67 tahun ini mempunyai timing yang sangat tepat dan indah. Karena ‘kondisi’ tanggal 17 Agustus 2012 dengan ‘kondisi’ 17 Agustus 1945 mirip, sama. Sama-sama ada di bulan Ramadhan, sama-sama hari Jum’at. Mungkin ini koinsiden yang jarang terjadi, dan kita yang pernah merasakan koinsiden ini, seharusnya memiliki momentum dan feeling yang lebih serta patut bersyukur akan hal itu.

Proklamasi yang ibarat petir di siang bolong ini (kata Bung Karno –red) seharusnya benar-benar menjadi petir di siang bolong: Mengguncangkan, menarik perhatian, dan efeknya (bunyi) luas. Karena sudah lama kita di-nina bobokan oleh semua kekayaan alam yang kita miliki. Sehingga kita lupa, waktu demi waktu kekayaan itu juga yang menggerusi kesejahteraan kita. Kita terlalu lama ditimang-timang oleh egoisme individual kita yang lama-kelamaan melubangi uang negara ratusan atau bahkan ribuan milyar Rupiah. Dan kita terlalu nikmat untuk terus diayun-ayun dengan statement yang menjatuhkan saudara kita sendiri. Bukan malah mendukung dan meng-encourage agar bangkit dan bisa mengangkat nama negeri.

Petir di siang bolong, tak hanya untuk menggugah dari lamunan dan ‘berpangku tangan’. Lebih dari itu. Siapapun Anda, bangun dan bangkitlah untuk bekerja kepada negara sesuai potensi yang Anda punya. Begitu mungkin maksud dari Bung Karno.

Lalu kata merdeka yang kita teriakan bagaimana?

Entahlah, selama kita sendiri hanya memaknai kata merdeka di lisan saja, arti dan makna merdeka yang sesungguhnya pun mungkin akan jauh dari kehidupan kita.

Tapi percayalah, terkadang dalam generalisasi masih ada bagian spesifiknya walaupun hanya bagian kecil. Jadi walaupun banyak pemberitaan negatif yang beredar, pasti masih ada berita positif yang berkembang. Tinggal bagaimana kita menyikapinya, mau ikut mengembangkannya, atau justru malah menutup-nutupinya dan berusaha menenggelamkannya.

Kita punya mimpi dan visi yang sama untuk negara Indonesia tercinta kita bung..

Mari kita kerja sama dan saling membantu untuk mewujudkannya..

Dua hari berselang

Berselang dua hari, kemerdekaan berubah kata menjadi kemenangan. Yang pasti, kemenangan akan berarti kalau memang kita melibatkan emosi dan effort di dalamnya. Kita akan sangat senang sekali dan bahkan merasakan euforia kemenangan juga ketika tim unggulan yang kita idolakan menang juara championship kan?. Padahal kita nggak ikut bermain dan berjuang, tapi perasaan itu kita rasakan juga.

Sama seperti kemenangan yang kita rasakan saat Lebaran. Yang benar-benar merasakan kemenangan, pastilah hanya orang-orang yang mempunyai effort dan emosi selama Ramadhan kemarin. Kalau nggak, Lebaran hanya akan menjadi tradisi tahunan biasa yang tahun depan pun pasti akan ada lagi (jika cukup usia).

Jujur, tahun ini arti kemenangan itu nggak dapat saya rasakan penuh. Saya masih kalah. Dan saya masih berharap hari ini masih Ramadhan. Crying face Saya pun nggak punya jaminan bahwa saya masih bisa bertemu lagi di Ramadhan tahun depan. Saya juga masih nggak punya jaminan kalau pun saya ketemu lagi dengan Ramadhan tahun depan, apa saya masih bisa beribadah total dan terus menjaga (bahkan meningkatkan) targetan-targetan di bulan Ramadhan. Yah, tapi semua ada waktunya, agar manis dan nikmatnya kemenangan dapat kita rasakan bukan?

Teringat kebanyakan ending film-film yang pernah saya tonton. Bahwa Happy Ending biasanya saat matahari terbit atau waktu Fajar. Ber-background cahaya matahari pagi, dengan senyum merekah di semua aktor dan aktrisnya, wajah yang lega bahwa musuh telah dikalahkan, muka-muka penuh kerja keras dan jerih payah serta usaha keras, wajah berharap bahwa musuh nggak lagi muncul dan kembali hidup, modal telah banyak dikeluarkan, serta mimpi dan masa depan yang menanti dengan cerah dengan mimpi dan angan yang mereka gantungkan. Truly happy ending scene.

Tak terasa, kita pun merasakan happy ending saat Lebaran kemarin, saat sholat Ied. Tepat ketika matahari terbit, dengan background cahaya matahari terbbit (fajar), wajah sumringah yang kita pasang, wajah jerih payah dan usaha maksimal sebulan silam saat puasa, dan mimpi dan harapan yang kita gantungkan agar 11 bulan kedepan lebih baik lagi. Subhanallah… Truly happy ending bagi yang merasakannya…

Itulah mengapa Allah menyuruh sholat Ied di lapangan atau tanah terbuka yang beratapkan langit langsung. Dan waktunya adalah saat matahari terbit. Uwaaaaah., bener-bener nikmat dan bahagia (sekaligus sedih)…

“Berhasil meraih kemenangan berarti kita siap menerima semua konsekuensi setelah gelar itu disematkan”

#Saat Hari Kedua Lebaran

eid mubarak

Selamat Idul Fitri 1433 H

Semoga amal ibadah kita selama Ramadhan kemarin diterima Allah SWT, dan kita bisa benar-benar meraih kemenangan dan happy ending di 1 Syawal ini.

Aamiin y Rabb…

Maaf atas segala kekurangan dan opini serta cerita yang masih banyak kesalahan

Saturday, August 04, 2012

Bertahap saja, tak usah buru-buru

Waktu itu kami sedang mengobrol santai di lab. Mungkin nggak bisa dibilang obrolan santai juga sih, soalnya topiknya lumayan berat: paradigma agama. Hehe. Topik yang cukup menarik untuk sekedar di-floor kan di sebuah forum. Setidaknya itu semua menambah pemahaman yang berbeda dari sudut yang beda pula dalam melihat Islam.

Setelah kami putuskan selesai, a friend of mine asked me.

“Eh dit, boleh curhat nggak? Tapi aku rada malu nih ngomonginnya.”

Wow, ini kali ke berapa seorang teman curhat. (padahal nggak lebih dari lima orang). “Mmm.,ya sok ja..insyaAllah tak bantu sebisa aku ya..” *sambil senyum-senyum*

Well, inti masalah teman saya adalah dia ingin berubah dari salah satu sifatnya yang menurutnya nggak baik. Dan lagi, pertanyaan yang menohok. ‘Pantas nggak ya ngejawab? Diri sendiri pun masih banyak sifat dan targetan yang berlubang’. Tapi tak apalah, tak ada salahnya untuk memberi nasihat, toh nanti nasihat itu pun akan memberikan lecutan pada saya pribadi untuk melakukannya juga.

“Dulu, pas kuliah di kelas Pa Kore, beliau pernah cerita tentang mahasiswanya yang pengen berubah juga. Beliau cerita kalo mahasiswanya itu minta nasehat biar TA-nya lancar. Jadilah Pa Kore mengintrogasi si mahasiswa. Ternyata si mahasiswa itu selalu tidur lebih dari jam 12 malem. Jam 1 atau jam 2 malem. Bangunnya pun sering kesiangan.

“Coba kurangi maen kamu dek, terus tidur usahakan sebelum jam 12 malem. Itu dulu. Kalo itu udah bisa, baru kamu ngadep kesini lagi. Kurangin jam tidurnya jangan langsung jam 10. Bertahap aja, ntar malem jam setengah 2, malemnya lagi jam 1, atau terserah lah yang penting bertahap. Kalo udah berhasil, baru kamu kesini lagi.”

Begitulah jawaban saya untuk curhat teman saya yang satu ini. Hanya repost dari petuah seorang dosen. Tidak puas? Baguslah, jangan sampai puas dengan satu jawaban. Apalagi kalo jawaban itu dari saya. Hehehe

Stairs

Dan ketika itu pun, kebetulan saya sedang mengurangi ketergantungan saya dengan sosial media. Dan saya mempraktekan yang Pa Kore ceritakan. Bukan untuk tidur sebelum jam 12 malam (walaupun emang itu salah satunya), tapi secara bertahap mengurangi waktu bersosial media. Dan secara tak sadar, itu berhasil. Sampai sekarang, sehari hanya 30 menit saja. cukup.

Karena itu memang sifat alami manusia untuk menerima secara bertahap, tidak sekaligus. Sama seperti bagaimana Al-Qur’an diwahyukan ke Rasul Allah. Sama seperti sistem pendidikan yang kita pakai: dari TK, SD, SMP, SMA, dst. Bahkan sama seperti sistem kerja hampir semua benda dalam bergerak: dari lambat menuju cepat secara bertahap. Jadi pantas aja kalau ada yang bilang bahwa ‘yang instan’ itu nggak baik. Ya, karena itu menyalahi aturan alam. Bukankah yang alami lebih baik?

Dan saya berharap di Ramadhan ini pun kita semua demikian. Tak usah buru-buru dalam mengerjar targetan Ramadhan tahun ini. Bukankah banyak da’I dan da’iah yang bialng kalau Ramadhan=Training? Jadi manfaatin ja bulan Ramadhan ini dengan latihan. Bertahap aja. Mana yang pengen dilatih, latihalah.. biar bisa meningkat amalnya.

Lagipula, kalau kita maksain, hasilnya ya sama aja: Cuman baik di bulan Ramadhan doang. Setelahnya entah bagaimana kabar baiknya berubah. Setelah ambisi ngerampungin targetan selesai, ya sudah, cenderung malas dan susah berbenah diri lagi menyambung targetan baru.

Kita nggak mau kan kalo Ramadhan jadi tradisi untuk bersolek aja? Setelah itu nggak ada bekas yang masih terasa. Semua sama aja ketika sebelum dan setelah Ramadhan. Masa kita mau rugi di pasar yang untungnya super duper gedhe? Hanya orang yang bodoh dan malas saja yang mau rugi di pasar yang semuanya menyajikan keuntungan super besar. Bahkan lebih besar dari yang kita bayangkan.

Yuk sama-sama nikmatin proses latihannya, nggak usah buru-buru… ^^

#Semoga Ramadhan tahun ini berkah dan amal kita diterima.

N.B

Terima kasih untuk teman saya yang sudah memberi inspirasi dalam cerita ini. Maaf kalau saya bawa-bawa kemari. hehehe

 
Copyright (c) 2010 Bermula dari Awal and Powered by Blogger.