Teringat dua tahun silam, ketika saya mudik dengan Dialga (nama motor saya ni, bukan nama Pokemon. Hehe).
Ternyata perjalanan nggak selancar
yang saya doakan. Dua jam setelah keberangkatan saya dari Bandung, di
sebuah jalanan turun menikung ke kiri, tiba-tiba setang oleng, horizontal
berputar, dan detik berikutnya badan terasa lebih berat. Dialga menindih badan
bagian bawah, tangan masih setia memegang setang, dan kepala diatas tanah,
percis seperti orang tertidur dengan posisi miring ke samping. Disini cerita lengkapnya.
Dua tahun sudah berlalu. Kenangan pengalaman itu ternyata
tetap saja menyimpan rahasia Allah yang beberapa hari ini akhirnya saya
mengerti. Skenario hidup yang sudah Allah rencanakan untuk dirasakan manisnya
di kemudian hari. Alhamdulillah
Pertama, jatuhnya Dialga itu ternyata jadi alibi yang sangat
kuat untuk menutupi keburukan orang lain. Well, sebelumnya
Dialga pernah jatuh dengan kondisi lebih parah oleh orang lain. Dan jujur,
orang rumah nggak ada yang tahu. Niatnya biar mereka tahu sendiri ketika lihat
Dialga pas nyampe di rumah. Sudah siap mental dan jawaban seperlunya pas di
interogasi nanti. Eh.,tapi Allah berkehendak lain..
Berikutnya, mungkin itu cuman kecelakaan biasa bagi
kebanyakan orang. Tapi setelah dipikir-pikir. TKP nya itu agak menarik untuk
diperdalam. Ketika kemudian saya sembuh dan bolak-balik lagi melewati TKP,
ternyata tempatnya memang unik. ±100m Sebelum TKP kanan kiri jalan tak
berpenduduk, hanya sawah dan semak. Baru muncul satu warung (rumah kecil) di
kiri jalan tepat di dekat TKP. Subhanallah sekali. Allah merencanakan agar
jatuhnya di dekat penduduk, supaya ada pertolongan. Kalau nggak, entahlah apa
jadinya...
Dan ketika saya memutuskan melanjutkan perjalanan dengan
'luka', dan rehat di Masjid terdekat untuk sholat dzuhur, ternyata Allah ngasih
skenario lagi. Saya dipertemukan oleh Bapa paruh baya, beliau ngerasa simpati
lihat kondisi saya yang penuh luka. Beliau ngasih pertolongan pertama dari mobilnya.
Sudi untuk membelikan plaster dan memberikannya secara cuma-cuma pula. Melalui
beliau juga, saya dipertemukan oleh Ibu-Ibu yang punya obat super mujarab dari
negeri asing (katanya). Hahaha. Katanya bisa nyembuhin luka dengan cepat. Hmmm, kebetulan
rumahnya adalah toko di kompleks masjid. Dengan sukarela, Ibu itu mengolesi
semua luka yang saya punya. Perihnya bukan main, tapi tak apalah, beliau bilang
itu tandanya obat yang bagus. Tak lupa, beliau pun menyuguhkan segelas air
putih (ini suruh batalin puasa). Terakhir, luka ditutup kain kassa dengan bantuan Sang Ibu.
Coba kalo nggak dikasih disinfektan, bisa makin parah
lukanya, dan entah bagaimana kelanjutannya...
Kebetulan?
Bahkan ketika sampai di rumah (tentu dengan waktu yang
lebih-lebih lama dari yang biasanya). Dan langsung ke dokter terdekat diantar
Ayah. Kau tahu, waktunya sangat mepet dan pas, 6 jam batas toleransi suatu luka
harus dibawa ke dokter (Dokternya sendiri yang bilang). Biasanya lebih dari itu, bisa infeksi yang berujung
amputasi (misalnya) atau suatu catat. Fiuuuuuh.., coba kalo telat sampai rumah,
entah gimana kabar berikutnya..
Mungkin sekarang masih kebetulan, tapi suatu hari nanti,
kebetulan itu akan berubah jadi skenario Allah yang terindah yang Allah siapkan
untuk dikecup manisnya belakangan. :)
"Tidak ada kebetulan, yang ada hanya kejadian yang tak terelakkan" - Tsubasa Chronicle
*Mulai ditulis tanggal 13 Agustus 2012