"ini daging
apaan?" tanya dia pada kami
"daging sapi
mas itu" jawab mas-mas si penjual menimpali. Kami sendiri malahan enggan
ngejawab.
Rabu, 21 Agustus 2013
Kami sampai di
Stasiun terakhir: Banyuwangi Baru. Malam hari pukul 9 waktu itu. Kami sempatkan
makan malam di warung depan stasiun. Hanya menu rawon yang tersisa ternyata.
Apa boleh buat, pilihan menu yang makin banyak malah bikin perut tertunda lagi
dijejali makanan. Tak lama, 5 porsi rawon datang, siap kami santap. Dan
percakapan itu, menyadarkan saya. Kami sejengkal lebih dekat dengan Bali.
Tempat para muslim lebih selektif dalam memasukkan makanan ke kerongkongan
mereka.
![]() |
Di depan Pelabuhan Ketapang |
Pelabuhan Ketapang dan Stasiun Banyuwangi Baru hanya berjarak tak lebih dari setengah mil. 10 menit jalan kaki sampai. Setelah membeli tiket, segera kami naik kapal. Pukul 10.30 kapal mulai bergerak. Meninggalkan Jawa, menuju Bali. Tak banyak yang bisa dilakukan di atas kapal, hawa dingin angin darat duet dengan angin malam memaksa penumpang agar lebih baik untuk segera tidur. Tak perlu pusingkan perjalanan, tak ada pemandangan yang dapat dilihat pula di tengah selat yang gelap ini.
![]() |
Menuju Kapal Fery |
Satu jam perjalanan kami diayun gelombang di atas kapal. Akhirnya, terlihat gemerlap lampu di ujung sana. Daratan. Ya.,itu Pelabuhan Gilimanuk. Itu Bali. Hey, sekarang jam 12.30 WITA. Satu jam kami tersita gara-gara kami bergerak melebihi batas per 15' garis Bujur. Selamat hari Kamis buat kamu yang selalu optimis akan janji Allah yang selalu manis.
Kamis, 22 Agustus
2013
Setelah melewati
'bagian imigran' dengan mengecek dokumen kartu tanda penduduk (cuman dicocokkin foto KTP dan wajah kami sekarang), kami resmi
menginjakkan kaki di Bali. Dan disambut oleh calo angkot. Hehe.
Saya nggak suka calo angkot. Sometimes
they piss me off. Sorry, but it's true. Pun dalam kasus ini, kami ter-delay satu jam di Terminal, menunggu Bli Supir
menggerakkan mobil pencahariannya. Empat jam kami dibawa bus menuju Terminal
Ubung, Denpasar.
![]() |
Menunggu di Terminal Ubung, Denpasar |
Saya lirik jam, 4.30 WIB berarti jam setengah 6 waktu di Bali. Kami sampai di Terminal Ubung. Menunggu jemputan datang, agar kami dibawanya pulang ke rumahnya. Dan yak, Kompe dateng finally. 6.30 WITA kami sampai di rumahnya. Kami belum sholat shubuh. Jet-lag membuat kami kepayahan akan waktu dan kondisi. Otomatis merebahkan badan barang satu dua jam bakal memulihkan kondisi. We fell a sleep (again).
"woy bangun
woy bangun..udah siang ini!"
Suara Pepe itu.
Dia sudah datang (lagi). Saya tahu dia telah menunggu sedari tadi. Kami
bergegas, tak usah mandi dulu katanya. Kita akan berendam, biar sekalian aja
mandinya.
Kami melaju dengan
mobil sewaan. Kompe bertindak sebagai supir, didampingi Yudha sebagai co-supir.
Menembus Denpasar, di pagi menjelang siang waktu itu. Mampir di warung makan,
lawar kuwir menunya. Daging bebek yang dilawar. Entah dilawar itu diapakan,
tapi itu enak. Dan halal. InsyaAllah...hehe
Mobil kami lajukan
kembali hingga sampai di tujuan. Tirtha Empul namanya, bentuknya pura, dan
dibuat untuk wisata religi. Daya tariknya ada pada kolam yang hanya beberapa
meter saja dari mata airnya. Selayaknya tempat ibadah, kami harus memakai sarung (atau apalah namanya). Pun ketika berendam di dalam kolam.
Setelah dua teman kami bersembahyang, kami semua berendam. Dingin, tapi segar.
Aaah, akhirnya setelah seharian kagak mandi, kena air juga
badan ini.
Puas
berendam dan mandi, kami lanjut ke Pantai Sanur. Disana seharusnya Kompe beribadah
waktu itu bersama keluarga dan penduduk desanya. Dan kami pun seharusnya
beribadah pula disana. Sholat Dzuhur jama’ Ashar. Kami beribadah bersama
akhirnya, dalam satu waktu, tapi tentu saja beda tempat. Ada Masjid dekat
Pantai Sanur. Hari itu, sholat pertama di rumah Allah (di Bali). Ada perasaan
lega dan bahagia melihat jamaah lain yang sedang bertemu Tuhannya.
Sepulang
dari Pantai Sanur, kami makan malam nasi djinggo dan lanjut pulang ke rumah
Kompe. Rehat malam ini, mengisi tenaga untuk besok sepedaan. Mengejar sunrise
katanya. Harus bangun pagi buta.
“Ini ada
pisang, baru diambil dari kebun belakang” kata Ayah Kompe
Menu supper kami hari itu. Dan kami lebih
memilih beberes diri: mandi atau berebut tempat tidur di ruangan praktek milik
keluarga Kompe. As usual, saya dapat
bagian sisa. Pfft.
Hey,
sekarang waktunya kami bertemu Tuhan kami: Maghrib jama’ Isya!! Tidakkah kau
rindu bertemu dengan Nya?
Ditulis
saat menuju Bandung
0 comments:
Post a Comment