"Sudah saatnya saya tarik kaki kamu supaya balik ke tanah"
Saat itu hari pertama pekan pendaftaran sidang shift 2, Senin, 3 Juni
2013. Berbekal percaya diri, kesiapan serta ijin dari Pembimbing kedua, saya
pun meminta persetujuan ke Pembimbing wahid untuk mendaftar sidang periode itu.
Seperti biasa, saya siapkan materi diskusi yang harus (baca: sangat
sekali disarankan) berbentuk grafik atau data yang udah jadi, tinggal baca dan
analisis. Kenapa? Karena kalo nggak, niscaya
materinya nggak dibaca
(dengan sepenuh hati) sama Beliau hehehe.
Janjian dengan Bapanya. SMS cukup. Nggak berani
telpon, takut ngeganggu
waktu beliau untuk ngurusin kampus.
Dapat balasan, approval jam 4 sore di ruangan beliau. LC lantai 5.
Saya sengajakan datang lebih awal, 5 menit sebelum kesepakatan sudah
menunggu (baca: antre) bertemu Beliau. Yah, antre, karena ada Ka Edu yang
bernasib sama: jam 4 sore ketemu Beliau di ruangannya. Bercakap-cakaplah kita
sambil membunuh waktu karena Beliau ternyata belum sampe ke ruangan, telat bilangnya.
OK lah.,maklumkan saja.
Setengah jam berlalu.
Dateng pula rombongan 'pasien' yang lain. Ka Rezade dan Ridwan.
Bernasib sama: janjian ketemu, tapi jam 4.30. Yasudah, malah cerita
kemana-mana jadinya gara-gara dua orang ini dateng hahaha, pun untuk membunuh
waktu.
Jam 5 lewat sekian menit.
Bapanya dateng juga. Terlihat dari dalam lift, kedua telapak tangannya
disatukan dan diletakkan di depan dada. Bibirnya bergerak. Saya yakin beliau
bilang "Sorry ya telat.." pun ketika keluar dan menyapa kita.
Salaman, diajak masuk ke ruangannya.
Diskusi dimulai
Dimulai dari Ka Edu tentang materi (lebih ke arah curhat sepertinya, gimana
'Bapa' dengan anak).
Ketika mulai giliran saya, grafik diambil, dilihat sama Bapanya
sebentar, dibaca. Dan mulailah diskusinya. Pertanyaan yang sama yang ditanyakan
oleh Pembimbing kedua tempo hari, pun saya jawab dengan jawaban yang sama. De javu. Tapi...
Beliau terus bertanya 'iya KENAPA?' dan 'KENAPA kok bisa gitu?' dan
KENAPA yang lain...
Abis kata.
Kemudian hal yang paling tolol dan memalukan keluar dari mulut saya:
"Saya kan sebenernya orang sinyal, jadi yang bagian ini sejujurnya
saya masih agak lemah Pa"
Berharap itu tameng dan pembenaran alasan terakhir materi diskusi saya
hari itu terselamatkan. Tapi ternyata
"Loh.,saya nggak mau
meng-iya-kan pernyataan kamu itu. Ini bukan masalah kamu orang sinyal, siskom
ato jaringan dsb, ini masalah dasar kok. Fisika malahan"
balas Bapanya dengan wajah khas yang
serius tapi tetep ramah dan suka senyum-senyum.
"kamu itu belum wise
berarti Dit, masih dalam tingkatan knowledge"
"jadi di alam semesta ini ada berbagai macam data, dari
berbagai macam data itu kita ambil beberapa aja yang penting dan berguna,
jadilah informasi" Terang Bapanya.
"kemudian dari informasi-informasi tertentu, digabungkan jadi
knowledge, ilmu"
"nah.,dari ilmu-ilmu ini, maka akan timbul wise (bijak)"
"Pada tingkatan knowledge
orang mungkin bisa fanatik. Dia hanya melihat dari satu knowledge tertentu. Wise
itu tingkatan paling tinggi, ngeliat dari berbagai disiplin ilmu"
Menit berikutnya saya dapat cerita pengalaman hidup beliau tentang aliran fanatik
dalam agama. Waaah.,dapat pelajaran hidup berharga lah..alhamdulillah...
*materi bimbingan terabaikan*
Saya tahu, beliau sebenernya ingin ngomong saya salah. Hasil TA saya
menyimpang. Mungkin parah. Tapi tetep diterima, karena sebenernya nggak ada yang
salah kalo alasannya benar.
Selesai pelajaran hidupnya. Back to topic.
Pas lagi ngerenung nerima ucapan Bapanya yang ngebuka
hati. Tiba-tiba
“Kamu mau sidang kapan Dit?”
Kaget Bapanya nanya itu.
“Yang periode sekarang Pa, Jum’at terakhir
pendaftarannya..”
“Ooh, udah bikin kan ya slidenya? Di email ya?”
“Nggih Pa..”
Menit berikutnya beliau ngoreksi slide: ngoreksi Bahasa
Inggris tepatnya. Hehe.
Dan...
“Ya sudah kamu kerjain aja dulu..saya mau lihat
hasilnya...” Sambil Bapnya senyum keliatan giginya...
Menit berikutnya saya malu. Malu udah ngomong saya lemah terhadap
sesuatu karna background tertentu.
Malu karna saya udah fanatik. Malu karna saya coba memberi alasan yang salah. Malu
karna saya udah ngebatasin kemampuan saya sendiri. Dan malu, karena 21 tahun
lebih hidup, nggak ngerasa kalo terlalu banyak sifat fanatik,
yang merasa bangga akan ilmu dan possession
tertentu padahal masih di tingkatan knowledge.
Astaghfirullah....
Hari itu saya cukupkan dengan bilang terima kasih sebanyak-banyaknya ke Bapanya.
Cium tangan. Membawa pulang rasa malu, membawa pulang tugas baru untuk
dikerjakan. Mengejar agar tak lewat batas waktu pendaftaran sidang pekan itu. Empat hari lagi.
0 comments:
Post a Comment