Sunday, August 07, 2011

Ayah Hunter...

Mungkin sudah menjadi sifat alami manusia untuk 'merasa sesuatu yang tentram' ketika melihat wajah seorang anak kecil yang lugu dan polos. Seperti ada sesuatu yang terpanggil. Jauh sebelum kita bisa mengenal apa itu huruf dan angka, saat kita ingin berlari kemana saja yang ingin kita tuju. Yah.,masa kecil kita yang saya yakin punya banyak makna.

Awalnya dari Ramadhan ke-5 kemarin. Seperti biasa, sebelum adzan isya, saya sudah berangkat ke masjid sebelah kostan. Maklum, biar dapet tempat: karna semenjak Ramadhan, masjid sebelah kostan jadi makin penuh dan berjubel. *Salah satu keajaiban Ramadhan mungkin penyebabnya.

Isya berjama'ah usai, waktunya tuk menyimak kultum (bahasa kerennya: tausiyah). Tentu saja imam yang mengisi kultum. Sudah tradisi di wilayah sukabirus nampaknya. Selang beberapa saat, pencarian pun dimulai. (Alhamdulillah saya kebagian shaf yang ke-2 dari 4 shaf). Awalnya saya masih fokus nyimak kultum. Tiba-tiba ada anak kecil lari ke depan saya. Sepanjang shaf ke-2 dan berhenti sekenanya di depan salah satu jama'ah. Entahlah siapa. Random, random sekali. hehehe. Dengan wajah mungil dan lucunya: wajahnya selalu senyum gitu, jadi bikin gemes.hahaha. "Ayah mana??" kalimat itu yang saya dengar. "Hah?? Ayah Mana?? Hah??" yang ditanya pun hanya senyum-senyum nggak jelas. Entah karena dia nggak tahu, atau karena dia (agak) malu.

Belum puas dengan satu orang, anak itu lari lagi ke barisan shaf ke-2. Berhenti sekenanya dan "Ayah mana?? Hah?? Mana??" hahaha. Orang kedua sama halnya dengan orang pertama: malah balas senyuman si bocah. Si anak lari lagi. Kali ini giliran shaf pertama yang kena: Lari (lagi) dan berhenti sekenanya (kembali). Jawabannya sama: membalas pertanyaan dengan senyuman. Si anak lari lagi di barisan shaf pertama. Tapi kali ini dicegat sama bapak-bapak. Kemudian jurus yang sama dilontarkan oleh si anak: "Ayah mana?? Hah??". Bapak tersebut kemudian menjawabnya dengan bahasa tubuh yang nggak saya ngerti. Bahasa kebapakan nampaknya. Mengayomi. Entah maksudnya apa, tapi si anak tahu. Hehehe *saya kalah sama anak kecil.

"OK pak, saya ngerti" mungkin itu yang ada di pikiran anak kecil itu. Selepas dari bapak yang tadi, dia lari lagi. Shaf pertama lewat. Shaf kedua lewat juga. Lewat juga shaf paling belakang laki-laki dan masuk ke wilayah shaf kaum hawa. Tentu aja itu artinya kembali ke ibunya. Kata-kata bapak yang tadi manjur sekali. Hmm., beliau ayahnya berarti, pikirku dalam hati. Dan saya baru inget: Kultumnya woy., hahaha. Sampe kelupaan masih ada kultum yang harus disimak.
Lumayan lah, buat saya: jadi pengen punya satu anak yang kaya begituan. Loh???
Buat jama'ah lain: sepertinya itu penawar ngantuk yang mujarab. hehehe

Kultum selesai. Lanjut tarawih. Sekitar jam delapan lewat, selesai juga ibadah trawehnya yang ditutup sholat witir. Nggak lama kemudian, anak-anak maju ke shaf depan: minta tanda tangan. Masih inget buku Ramadhan kan?? Dan si anak kecil yang tadi pun ikut maju ke depan. Tapi tentu aja bukan untuk minta tanda tangan (konyol). Tapi untuk bertemu Ayahnya. Oooh.., yap., Ayahnya adalah pengisi kultum. Dan seorang imam juga. Setelah Ayah tercintanya dipeluk, anak itu terlihat begitu nyaman duduk di pangkuan Ayahnya.

Hmmmmm.....

0 comments:

 
Copyright (c) 2010 Bermula dari Awal and Powered by Blogger.