Monday, August 22, 2011

Garut, Sukalaksana 02 Part Tiga


Saya lupa mimpi saya semalam. Hahaha. What do you expect from that dream?. Sahur sudah siap, kami sahur dengan wajah yang masih lelah dan ngantuk. Wajar. Pembahasan saat sahur hari itu: DINGIN. Ya, entah kenapa hari itu begitu dingin. Beda dengan hari sebelumnya. Bahkan Bu Euis pun meng-iyaikan dinginnya hari ini. Beliau mau mandi pakai air hangat saja. Selesai sahur, mayoritas dari kami tertidur (lagi) di tempat sekenanya. Saya di kursi. Nyari posisi yang nyaman dan zzzzzzzzzzzzz. Tidur ayam: ngga terlalu pulas tetap waspada lingkungan setempat. Sholat shubuh. Pas ngebuka pintu, brrrrrr.., ada angin. Lumayan kenceng dan dingin. Langsung aja saya tutup pintunya, ngga tahan saya dinginnya.

Kegiatan rutin seperti biasa: ngantre kamar mandi. Tapi saya ngga cukup waktu tuk mandi. Hanya cuci muka dan gosok gigi saja. Kemudian berangkat sekolah (berangkat ke sekolah maksudnya). Bantu persiapan upaca tujuh belasan. Dan saya buat soal tuk lomba cerdas cermat sementara yang anak-anak upacara tujuhbelasan dengan hikmat. Saya hanya ikut hormat ke sang saka merah putih hari itu. Aaaaahhh..,mengenang semangat 45 para founding fathers. Saya kebagian mbuat soal kelas tiga dan empat. Selesai membuat soal, saya mengurusi lomba menghias layangan tuk kelas tiga sampai kelas enam putri. Yang putra: main bola sepak. Sambil mbawa kamera, mulai dah kesurupan jadi fotografer. Jeprat-jepret, cari angle yang tepat dan objek yang tepat pula. Sementara kelas satu dan dua lomba balap kelereng dan masukin pensil ke lubang. Nostalgia sekali rasanya.

Cukup lama setelah lomba-lomba dimulai. Fajri menangis. Entahlah kenapa alasannya. Mungkin sedih karna kalah, atau malah kesakitan karna tulang keringnya beradu. Pelakunya meminta maaf. Gentle.  Lomba kembali dimulai. Kali ini lomba cerdas cermat tuk kelas tiga sampai kelas enam. Desain susunan meja dan kursi, siapin ‘bel’ masing-masing kelas dan dimulai.

Saya yang membuka dan membacakan soal awalnya. “Coba bunyiin belnya masing-masing..” ‘Sreksreksreksreksrek’ bunyi bel kelas tiga: hanya toples yang berisi pin hole. ‘Toktoktoktok’ bunyi bel kelas empat: bermodal penghapus whiteboard yang dipukul liar di meja. ‘Tingtingtingting’ bunyi bel kelas lima: piring dan sendok yang diadu tuk bersuara. ‘Dengdengdengndeng’ bunyi bel kelas enam: penghapus whiteboard yang dipukul sekenanya ke ember. Siiip bel siap.

Peraturannya sederhana: setiap peserta harus menjawab lima pertanyaan wajib. Babak Pertama. Kemudian Babak berikutnya adalah rebutan. Gunanya tersedia bell tentunya. Pertanyaan wajib pertama diberikan ke kelas tiga dulu. Saya yang baca. Pertanyaan pertama tentang IPS: Lingkungan buatan dan alami. Pelajaran bab pertama dalam kelas tiga semester satu. Mudah, relatif. Tapi ternyata mereka hanya diam saja: ngga ngerti. Saya coba ulang lagi pertanyaannya. Dan tetep mereka ngga ngerti jawabannya. “Masa susah sih pertanyaannya??” pikir saya dalam hati. Pertanyaan berikutnya pun sama saja, tidak ada jawaban (benar) sama sekali. Entahlah kenapa.

“Itu soal kelas berapa dit?” Ridhi menengahi. “soal kelas tiga semester satu. Bab pertama pula” balas saya. “oooh., mereka belum masuk sama sekali loh. Coba mulai dari kelas enam dulu dah biar agak aktif pesertanya. Trus pertanyaan buat kelas enam tuh pertanyaan yg kelas lima aja. Kelas lima dikasih pertanyaan yang kelas empat. Pokoknya turun satu kelas aja. Ntar yang keals tiga mbuat lagi soalnya”. “oalah.., masa sih?? Mereka belum masuk sama sekali?? OKlah kalo gitu.” Jawab saya dengan kebingungan sangat.

OK, pertanyaan wajib tuk kelas enam (dengan materi kelas lima). Matematika yang menyambut pertama kali: FPB (Faktor Persekutuan Besar). Pertanyaan pertama: salah. Singkat cerita, tiga soal yang mereka jawab benar. 30 poin untuk kelas enam.

Ketika lomba cerdas cermat akan dilanjutkan, adzan dzuhur terdengar. Lomba di pending sampai ba’da dzuhur. Peserta dan penonton dipersilahkan sholat. Sementara saya mbuat soal baru tuk kelas tiga: materi dari kelas dua. Sengaja saya menunda sholat terlebih dahulu, karna pasti di masjid pun akan penuh dan ngga kebagian tempat. (Semoga Allah mengampuni saya., amiin). Soal selesai. Peserta dan penonton pun berkumpul dan kembali ke ruang kelas tempat cerdas cermat lagi. Tepat waktu. Alhamdulillah.

Lomba kembali dimuali. Kali ini saya cuman sendiri tuk memulainya. Malu dan ngga mau sendiri, saya nyari teman tuk menemani dan membantu: Ina mau. Alhamdulillah (lagi). Sekarang tukar posisi, saya sebagi pencatat skor (merangkap sebagai juri juga) dan Ina bagian pembaca soal. Fix. Teman-teman yang lain sedang mempersiapkan lomba yang lain lagi setelahnya.

Pertanyaan wajib tuk kelas lima. Lagi, matematika yang menyambut mereka pertama kalinya. Kali ini giliran KPK (Kelipatan Persekutuan Kecil, bukan Komisi Pemberantasan Korupsi *walaupun sekarang sedang nyaring tentang kasus Korupsi Nazarudin #Loh??? Malah kemana ini bahasannya. hehehe). Dan (lagi) soal awal ini tak terjawab benar. AKhirnya Ina menjelaskan sedikit tentang KPK: pengertian, maksudnya, dan jawaban benarnya. Singkat cerita, kelas lima pun mendapat skor yang sama dengan kelas enam: 30 poin. Makin ketat.

Pertanyaan kelas empat dibacakan. Gaduh. Tentu saja pertanyaan yang sama dengan kelas tiga pertama kali yang membuat ruangan gaduh dan berisik. Setelah dijelaskan permasalahannya, kondisi tenang lagi. IPS yang menyambutnya: lingkungan buatan dan alami. Jawabannya: salah. Mungkin sudah lupa kali ya penjelasan yang saya kasih tadi sebelum dzuhur. Manusia: cepet lupa, lama inget. Singkat cerita: 20 poin yang bisa dihasilkan tuk kelas empat.

Pertanyaan baru tuk kelas tiga dibacakan. PKn kali ini yang menyambut mereka pertama kali: soal siapa kepala dalam suatu keluarga. Tentu saja mereka menjawab benar. Terlalu mudah. Singakt cerita (lagi) 30 poin tuk kelas dua.

Babak baru: pertanyaan rebutan. ‘sreksreksrek’, ‘toktoktoktok’, ‘tingtingting’,’dengdengdeng’. Bell siap dari masing-masing kelas. Pertanyaan pertama tentang Bahasa Indonesia: Penggunaan huruf kapital. Ngga ada yang bisa jawab benar. Why??? Entahlah. Ada hal yang paling lucu dari babak ini. Awalnya adalah pertanyaan yang kami (Mba Eva dan saya) buat sudah habis, padahal skor masih belum bisa bersua tentang pemenang. Ina mutar otak tuk membuat pertanyaan dadakan. And me either of course . Ina: ”sebutkan tiga makhluk hudup yang ada di lingkungan sawah”. ‘toktoktoktoktok’ bunyi pertama kali yang saya dengar. Kelas empat dapat kesempatan tuk menjawab. Diam cukup lama. Ina mengulangi pertanyaannya dengan lebih pelan agar mereka (lebih) mengerti. Tetap diam dan mikir. Penjelasan dikit dari Ina tentang pertanyaannya.”Ooohh.,” celetuk salah satu peserta. “Yah., ayo jawabannya pa??” Ina mancing jawaban. “Tiga makhluk hidup yang ada di sawah: bancet, kodok, ….” (saya lupa jawaban terakhir) hahahahaa dijawab dengan bahasa sunda. Logatnya pun tak lupa mengikuti. Sontak seluruh ruangan pecah tawanya. OK lah, walau saya ngga ngerti apa itu bancet, sepertinya dia lebih tahu makhluk yang ada di sawah ketimbang saya: jawaban saya benarkan: 10 poin bertambah tuk kelas empat.

Skor akhir babak rebutan: 7o tuk kelas enam dan 70 pula tuk kelas lima. Sisanya, 60 tuk kelas empat dan 50 tuk kelas tiga. Babak tambahan diadakan. Soal matematika lebih menjamin. Luas dan keliling serta FPB dan KPK jadi materinya. Dan akhirnya kelas lima pemenangnya. Horeeeeee…. Selamat selamat..

2 comments:

Ono said...

Haha.. Pengalaman2 kyk gini bagus dijadiin buku dit.. "garut backpacker" (:

Unknown said...

Hahaha.., takada buku, blogg pun jadi., :P

 
Copyright (c) 2010 Bermula dari Awal and Powered by Blogger.